Di Balik Gemerlap Ibu Kota: Kisah Ahmad, Sang Peternak Kambing di Tengah Beton Jakarta

Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah redup, menyimpan kisah-kisah unik di balik gemerlapnya. Salah satunya adalah Ahmad Fahrudin, seorang peternak kambing yang gigih bertahan di tengah hiruk pikuk Tanjung Priok. Di usianya yang senja, Ahmad memilih jalan sunyi, menjadi salah satu dari sedikit peternak kambing yang tersisa di ibukota.

Sejak tahun 2005, Ahmad telah mengabdikan dirinya pada dunia peternakan. Di sebuah lahan yang berbatasan dengan Jakarta International Stadium (JIS), sekitar 80 ekor kambing menjadi teman setia sekaligus saksi bisu perjuangannya. Berbagai jenis kambing, mulai dari domba hingga kambing kacang, mengisi hari-harinya. Ahmad mengandalkan rerumputan liar yang tumbuh di sekitar danau dan area JIS sebagai pakan utama ternaknya. Baginya, mencari pakan di Jakarta terbilang lebih mudah dibandingkan di daerah lain. Namun, kemudahan ini datang dengan konsekuensi yang menyayat hati.

Di balik hamparan rumput hijau, bahaya mengintai. Tumpukan sampah di kolong tol menjadi ancaman mematikan bagi kambing-kambing Ahmad. Setiap tahun, ia harus merelakan sekitar enam ekor kambing mati karena memakan sampah plastik, sisa makanan, dan limbah lainnya. Kerugian yang diderita mencapai jutaan rupiah, jumlah yang sangat besar bagi seorang peternak kecil. Meski demikian, Ahmad enggan mengurung kambing-kambingnya di dalam kandang. Ia percaya bahwa kebebasan adalah hak setiap makhluk hidup, dan mengurung mereka hanya akan menyebabkan stres.

Menjelang Hari Raya Idul Adha atau ketika ada warga yang membutuhkan untuk aqiqah, Ahmad menjual sebagian kambingnya. Di balik nada bicaranya yang ringan, tersirat getir perjuangan yang tak mudah. Ahmad, dengan segala keterbatasan dan tantangan yang menghadang, tetap memilih untuk bertahan. Ia adalah potret keteguhan di tengah kota yang terus berlari, seorang pejuang yang tak pernah menyerah pada keadaan. Kisahnya adalah pengingat bahwa di balik gemerlapnya Jakarta, ada kehidupan yang berjuang untuk tetap eksis, meski terpinggirkan.