Polemik Perumahan Punsae: Menteri PKP Dorong Penuntasan Kasus Penggadaian Sertifikat Rumah Warga Melalui Proses Hukum

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengambil sikap tegas terkait permasalahan yang membelit warga Perumahan Punsae di Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Menanggapi keluhan warga terkait sertifikat rumah yang diagunkan oleh pengembang, Ara, demikian sapaan akrabnya, mendesak agar penyelesaian sengketa ini ditempuh melalui jalur hukum.

Dalam kunjungan langsung ke lokasi perumahan, Senin (28/4/2025), Menteri Ara menginstruksikan Direktur Jenderal Tata Kelola dan Pengendalian Risiko PKP, Brigjen Azis Andriansyah, untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Ara memberikan tenggat waktu tiga hari kepada Dirjen Azis untuk mengumpulkan fakta, meminta keterangan dari seluruh pihak yang terlibat, serta melakukan audit dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Ini pak Dirjen selama tiga hari harus bisa mengungkap semua, audit juga minta dari BPKP dan BPK, semua harus jelas," tegasnya.

Menurut Menteri Ara, kasus Perumahan Punsae telah mencapai tingkat yang serius dan memerlukan penyelesaian hukum untuk memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dalam proses pemberian kredit perumahan, dan meminta pihak perbankan untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pengembang yang akan diberikan pinjaman.

"Bank jangan asal memberikan kredit, pilih pengembang yang bertanggung jawab," ujar Ara, menekankan pentingnya peran perbankan dalam memastikan keberlangsungan proyek perumahan dan melindungi hak-hak konsumen.

Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, menjelaskan bahwa perizinan pengembangan Perumahan Punsae tidak diajukan pada masa pemerintahannya. Namun, ia telah menjalin komunikasi dengan pengembang saat ini dan mendapatkan janji bahwa permasalahan tersebut akan segera diselesaikan.

Sementara itu, Ketua RW 20 Perumahan Punsae, Julianto Deni Saputra, mengungkapkan dua permasalahan utama yang dihadapi oleh warga:

  • Sertifikat Rumah Belum Diserahkan dan Diagunkan: Sebanyak 66 rumah warga terdampak karena sertifikat rumah mereka belum diserahkan dan justru diagunkan ke Bank Tabungan Negara (BTN).
  • Ancaman Longsor: Kondisi geografis perumahan yang rawan longsor telah menyebabkan 10 rumah terdampak dan membuat warga enggan untuk menempati rumah mereka.

Keresahan warga Perumahan Punsae bermula ketika mereka mengetahui bahwa rumah yang telah dibayar lunas terancam dilelang oleh BTN. Bina Laudhi, seorang warga yang membeli rumah pada tahun 2017, mengungkapkan bahwa ia dijanjikan pembangunan rumah dan penyerahan sertifikat segera setelah pembayaran lunas. Namun, pembangunan baru terealisasi empat tahun kemudian, itupun dengan luas tanah yang berbeda dari kesepakatan awal.

"Masak kami sudah membayar lunas kepada PT. ACK, harus membayar lagi Rp 72 juta ke BTN. Ini kan tidak masuk akal dan sangat memberatkan kami," keluh Bina Laudhi, yang akrab disapa Odi.

Warga telah berupaya mencari solusi melalui audiensi dengan BTN dan pengembang, yang difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Semarang. Namun, janji untuk memberikan keputusan sebelum tanggal 15 April 2025 belum juga terealisasi, sehingga menambah kekecewaan dan ketidakpastian di kalangan warga Perumahan Punsae.