Revitalisasi Eks Penjara Koblen Surabaya: Polemik Pasar Buah dan Pelestarian Cagar Budaya

Proyek Pasar Buah di Bekas Penjara Koblen Picu Perdebatan

Rencana konversi bekas penjara Koblen di Surabaya menjadi pasar buah dan wisata sejarah memicu perdebatan di kalangan pegiat sejarah. Proyek yang digagas pihak swasta ini bertujuan untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut sebagai pusat kegiatan ekonomi dan edukasi.

Nanang Purwono, seorang pegiat sejarah Surabaya, menyambut baik inisiatif ini dengan catatan penting. Ia menekankan perlunya menjaga integritas struktur cagar budaya yang menjadi ciri khas penjara Koblen. Nanang mengusulkan konsep adaptive reuse, yaitu pemanfaatan kembali bangunan bersejarah untuk fungsi baru tanpa menghilangkan nilai sejarah dan arsitektur aslinya. Menurutnya, pembangunan pasar buah dapat dilakukan di lahan kosong sekitar penjara, dengan tetap memberikan ruang bagi presentasi sejarah Koblen yang mengaitkannya dengan perkembangan kota, arsitektur, dan perjuangan bangsa. Ia juga mengingatkan agar pembangunan tidak menyentuh tembok penjara dalam radius tiga meter untuk mencegah kerusakan.

Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh Kuncarsono Prasetyo, pegiat sejarah lainnya. Ia secara tegas menolak rencana tersebut, dengan alasan bahwa pengembangan pasar buah lebih berorientasi pada bisnis daripada konservasi cagar budaya. Kuncarsono mengkhawatirkan keberadaan pasar akan merusak struktur bangunan, seperti yang sudah terjadi dengan banyaknya lubang di tembok akibat aktivitas pedagang asongan. Ia berpendapat bahwa lebih baik dilakukan perombakan total bangunan daripada mengurangi nilai sejarah penjara Koblen. Kuncarsono menekankan pentingnya kajian mendalam dan studi akademis oleh tim ahli cagar budaya pemerintah kota sebelum proyek ini dilanjutkan. Ia juga berharap pemerintah kota dapat meminta pengelola untuk memaparkan rencana secara detail, termasuk aspek arsitektur, bisnis, dan dampak sosialnya.

Sejarah dan Arsitektur Penjara Koblen

Penjara Koblen dibangun pada akhir 1920-an dan awal 1930-an, mencerminkan perkembangan pesat kota Surabaya pada masa itu. Kawasan Bubutan, tempat penjara ini berdiri, merupakan salah satu area pengembangan kota di awal abad ke-20. Penjara ini dirancang dengan konsep ramah lingkungan dan humanis, terlihat dari penggunaan batu hias cadas model Palimanan yang menyatu dengan lingkungan permukiman elite saat itu. Pembangunan penjara Koblen tidak lepas dari kritik terhadap Wali Kota Surabaya saat itu, Ir Dykerman, karena keterlambatan penyediaan fasilitas penjara baru seiring dengan perkembangan kota ke selatan. Setelah perdebatan panjang mengenai lokasi, penjara Koblen akhirnya dibangun dengan anggaran yang signifikan, meliputi biaya pengadaan lahan, pembangunan tembok, dan ruang sel tahanan. Proyek revitalisasi eks penjara Koblen ini menjadi sorotan karena pentingnya menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian warisan sejarah kota Surabaya.