KPK Ungkap Ratusan Kasus Korupsi di Sumatera Utara, Mayoritas Terkait Penyalahgunaan Anggaran

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah fokus menyoroti permasalahan korupsi yang terjadi di wilayah Sumatera Utara (Sumut). Dalam diskusi bersama Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, KPK mengungkapkan adanya 170 kasus korupsi yang sedang dalam proses penanganan sepanjang tahun 2023 hingga 2024.

Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Agung Yudha Wibowo, menjelaskan bahwa pola korupsi di daerah cenderung berulang dan melibatkan aktor-aktor kunci seperti Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kedua lembaga ini memiliki peran sentral dalam menentukan arah tata kelola daerah, baik ke arah yang bersih dan bebas dari korupsi maupun sebaliknya.

"Korupsi di daerah sering berulang dengan pola yang hampir sama. Kalau ada yang belum terungkap, itu mungkin hanya soal waktu," ujar Agung, menekankan bahwa penegakan hukum akan terus berjalan untuk mengungkap kasus-kasus yang belum tersentuh.

Berdasarkan data Indeks Pencegahan Korupsi Daerah (IPKD) yang diukur melalui Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) KPK tahun 2024, Sumatera Utara mencatatkan skor rata-rata 75,02. Meskipun demikian, area perencanaan menunjukkan skor yang masih rendah, yaitu 63. Sementara itu, tujuh area lainnya seperti penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD), dan optimalisasi pajak, berhasil mencatatkan skor di atas 80.

Data Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK menunjukkan bahwa dari 170 perkara yang ditangani di Sumatera Utara, mayoritas kasus, yaitu 44 persen, terkait dengan penyalahgunaan anggaran. Modus lainnya yang teridentifikasi adalah pengadaan barang dan jasa (42 persen), sektor perbankan (7 persen), pemerasan atau pungutan liar (pungli) (3 persen), dan modus lainnya (4 persen).

Agung juga menyoroti potensi-potensi rawan korupsi dalam tata kelola pemerintahan daerah, meliputi:

  • Perencanaan anggaran yang tidak akuntabel
  • Pengadaan barang dan jasa yang sarat kecurangan
  • Lemahnya pengawasan
  • Praktik jual beli jabatan
  • Pelayanan publik yang berbelit.

"Sebagai aktor utama di daerah, Pemda dan DPRD harus mengambil peran besar dalam memastikan pelayanan publik semakin baik, perekonomian daerah meningkat, serta demokrasi lokal tumbuh sehat," tegas Agung.

Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan komitmennya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih di wilayahnya. Ia mengungkapkan bahwa selama dua bulan masa kepemimpinannya, sudah ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang diperiksa terkait dugaan korupsi.

"Saya hampir dua bulan menjadi Gubernur saat ini, ada lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kami yang sedang diperiksa. Sehingga integritas dan moralitas sangat penting, bukan hanya untuk kepala daerah, tetapi juga untuk seluruh jajaran di bawahnya," kata Bobby.

Bobby juga meminta KPK untuk meningkatkan kehadirannya di Sumatera Utara guna memperkuat sistem pencegahan korupsi di daerah.

"Kami harus memastikan bahwa sistem yang ada tidak rusak dari awal, karena jika kita masuk ke dalam sistem yang sudah rusak, kita harus memilih apakah kita ingin ikut rusak atau tetap menjaga diri kita tetap bersih," ujarnya.

"Oleh karena itu, kami sangat berharap peran KPK di daerah bisa lebih kuat dan lebih sering. KPK harus menjadi tempat pengaduan bagi kami, agar sistem ini bisa diperbaiki dengan lebih baik," pungkas Bobby, menekankan pentingnya kolaborasi dengan KPK dalam memberantas korupsi.