Minimnya Akses Kesehatan Picu Kematian Warga Baduy Akibat Gigitan Ular

Minimnya Akses Kesehatan Picu Kematian Warga Baduy Akibat Gigitan Ular

Seorang warga Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Banten, meninggal dunia setelah digigit ular tanah. Kejadian tragis ini terjadi pada Senin, 3 Maret 2025, di Kampung Cisadane, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, ketika korban tengah membersihkan lahan pertaniannya di kawasan Baduy Luar. Kematian ini menyoroti permasalahan serius akses layanan kesehatan yang terbatas di wilayah terpencil tersebut.

Ketua Sahabat Relawan Indonesia (SRI), Muhammad Arif Kirdiat, menjelaskan kronologi kejadian. Korban, yang mengalami gigitan ular tanah di pedalaman, mengalami keterlambatan penanganan medis yang krusial. Kondisi korban yang memburuk dengan munculnya gejala nekrosis mengharuskan segera pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU). Namun, jarak lokasi kejadian ke puskesmas terdekat membutuhkan waktu tempuh beberapa jam perjalanan kaki, membuat akses pertolongan pertama menjadi sangat terbatas. Situasi ini diperparah dengan ketiadaan SABU di Puskesmas Cisimeut dan RSUD dr. Adjidarmo Rangkasbitung. Hal ini memaksa korban untuk dirujuk ke RSUD Banten di Serang, yang perjalanan jauh dan memakan waktu yang signifikan.

Keputusan merujuk korban ke Serang juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Arif menjelaskan bahwa korban tidak memiliki BPJS Kesehatan, sehingga pengobatan di rumah sakit di Lebak menjadi terhambat. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa RSUD dr. Adjidarmo menolak pasien gigitan ular tanpa BPJS. Di RSUD Banten, meskipun mendapat perawatan intensif di ICU, nyawa korban tak tertolong dan akhirnya meninggal pada Rabu, 5 Maret 2025.

Arif menekankan bahwa kematian ini seharusnya bisa dicegah jika akses SABU lebih mudah dijangkau. Ketiadaan stok SABU di fasilitas kesehatan terdekat dinilai sebagai faktor utama penyebab kematian korban. Lebih lanjut, Arif menyoroti tingginya angka kasus gigitan ular di wilayah Baduy, terutama selama musim hujan saat warga membuka lahan baru untuk pertanian. Data yang dihimpun Arif menunjukkan telah terjadi enam kasus gigitan ular di tahun 2025, satu di antaranya berujung pada kematian. Secara rata-rata, setiap tahunnya tercatat 20 hingga 40 kasus gigitan ular di wilayah Baduy.

Kondisi ini, menurut Arif, menunjukan lemahnya respon pemerintah Kabupaten Lebak dalam menangani masalah kesehatan di wilayah Baduy. Minimnya ketersediaan SABU di fasilitas kesehatan setempat dan kesulitan akses menuju fasilitas kesehatan yang memadai menjadi indikator utama yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Peristiwa ini menjadi pengingat penting perlunya peningkatan akses layanan kesehatan, terutama penyediaan obat-obatan vital seperti SABU di daerah terpencil, untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang. Perlu adanya langkah konkrit dan komprehensif untuk mengatasi masalah akses kesehatan di wilayah Baduy, termasuk peningkatan pelatihan tenaga medis setempat dalam penanganan gigitan ular dan peningkatan infrastruktur kesehatan.

  • Kesimpulan: Kejadian ini menyoroti perlunya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil seperti Baduy, khususnya ketersediaan obat-obatan dan peningkatan infrastruktur yang memadai untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.