Petani Yogyakarta Terancam Kehilangan Lahan Akibat Dugaan Praktik Mafia Tanah

Kisah pilu dialami oleh Mbah Tupon, seorang petani berusia 68 tahun asal Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Ia kini menghadapi ancaman kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta dua bangunan rumah yang menjadi tempat tinggalnya.

Kronologi Kejadian

Persoalan ini bermula pada tahun 2020, ketika Mbah Tupon berniat menjual sebagian kecil dari total luas tanahnya yang mencapai 2.100 meter persegi. Seorang pembeli dengan inisial BR berminat membeli lahan seluas 298 meter persegi. Selain penjualan tersebut, Mbah Tupon juga berencana menghibahkan sebagian tanahnya untuk kepentingan umum, yaitu jalan seluas 90 meter persegi dan gudang RT seluas 54 meter persegi. Pemecahan sertifikat pun dilakukan, dan sertifikat untuk jalan telah selesai diproses.

BR kemudian menawarkan bantuan untuk memecah sertifikat sisa tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi empat bagian. Rencananya, keempat sertifikat tersebut akan diatasnamakan Mbah Tupon dan ketiga anaknya. Namun, tanpa sepengetahuan Mbah Tupon, sertifikat tanah tersebut justru beralih nama menjadi atas nama seseorang dengan inisial IF. Lebih lanjut, sertifikat tersebut diagunkan ke bank dengan nilai pinjaman mencapai Rp 1,5 miliar.

Pihak bank kemudian mendatangi kediaman Mbah Tupon dan menyampaikan bahwa sertifikat tanahnya telah diagunkan. Mereka juga menginformasikan bahwa IF, sebagai pihak yang menerima pinjaman, telah menunggak pembayaran selama empat bulan. Akibatnya, tanah dan dua rumah milik Mbah Tupon terancam dilelang oleh pihak bank. Keluarga Mbah Tupon kemudian melaporkan kasus ini ke Polda DIY untuk mendapatkan keadilan.

Keterlibatan Mantan Anggota DPRD Bantul

Dalam laporan yang diajukan ke Polda DIY, nama Bibit Rustamto (BR), seorang mantan anggota DPRD Bantul periode 2019-2024, turut disebut. Saat dikonfirmasi, Bibit membenarkan bahwa dirinya terlibat dalam proses pemecahan sertifikat tanah Mbah Tupon. Namun, ia mengklaim bahwa keterlibatannya hanya sebatas membantu Mbah Tupon dalam proses tersebut.

Menurut Bibit, Mbah Tupon meminta bantuannya untuk memecah tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi empat bagian, yang rencananya akan diatasnamakan Mbah Tupon dan ketiga anaknya. Ia juga menyebutkan bahwa ada pihak lain berinisial TR yang menawarkan bantuan untuk mencarikan notaris yang dapat memproses pemecahan sertifikat tersebut.

Tindak Lanjut dari Pihak Kepolisian dan Pemerintah Daerah

Polda DIY telah menerima laporan dari Mbah Tupon dan tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan praktik mafia tanah ini. Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, menyatakan bahwa laporan tersebut baru diterima pada 14 April 2025. Sementara itu, Dirreskrimum Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi, menambahkan bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari tiga orang saksi dari pihak pelapor.

Pemerintah Kabupaten Bantul juga menunjukkan kepedulian terhadap kasus yang menimpa Mbah Tupon. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji, menyatakan bahwa Pemkab siap memberikan pendampingan hukum kepada Mbah Tupon jika yang bersangkutan bersedia. Pemkab akan menyediakan pengacara untuk membantu Mbah Tupon dalam menyelesaikan permasalahan ini.

Kasus yang dialami Mbah Tupon menjadi perhatian publik dan menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. Diharapkan, pihak kepolisian dapat segera mengungkap kasus ini dan memberikan keadilan bagi Mbah Tupon.