Sidang Korupsi Gula: Tom Lembong Pertajam Pertanyaan, Saksi Ungkap Kondisi Keuangan Janggal PT PPI
Sidang Korupsi Gula: Saksi Ungkap Kondisi Keuangan Janggal PT PPI
Jakarta - Sidang dugaan korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, kembali menghadirkan fakta menarik. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025), mantan Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Dayu Padmara Rengganis, memberikan keterangan yang dinilai kurang memuaskan oleh Tom Lembong.
Tom Lembong mencecar Dayu terkait kemampuan PT PPI, sebagai perusahaan negara, dalam mengendalikan harga gula melalui impor. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin PT PPI, yang saat itu berstatus kolektibilitas 5 sejak 1998 dan memiliki defisit keuangan sebesar Rp 50 miliar, dapat menjalankan tugas tersebut.
"Tadi Ibu Dayu sudah menguraikan PT PPI itu sudah dalam status kolektibilitas 5 sejak 1998, berarti tidak bisa mengakses kredit perbankan dan bahwa kondisi keuangan PT PPI saat itu adalah minus Rp 50 miliar," ujar Tom Lembong dalam persidangan.
Tom Lembong kemudian menyoroti peran distributor swasta yang menalangi biaya uang muka (DP) PT PPI kepada delapan perusahaan swasta pengimpor gula. Ia mempertanyakan apakah PT PPI dapat melaksanakan tugas pengendalian harga tanpa bantuan dana dari pihak swasta.
Skema pengendalian harga yang diterapkan saat itu melibatkan PT PPI yang menggandeng delapan perusahaan pengolah gula untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM). GKM tersebut kemudian diproses menjadi gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi masyarakat. Distribusi GKP dilakukan oleh tujuh perusahaan swasta (90%) dan cabang PT PPI (10%).
Hakim anggota, Alfis Setiawan, turut mempertanyakan kelayakan finansial PT PPI dalam menjalankan penugasan tersebut.
Dayu menjawab bahwa PT PPI memiliki arus kas (cash flow) sekitar Rp 400 miliar pada saat itu. Ia menjelaskan bahwa pembelian gula dilakukan secara bertahap sehingga dana tersebut dapat diputar untuk melaksanakan penugasan.
Jawaban Dayu ini menimbulkan kebingungan bagi Tom Lembong. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin perusahaan dengan status kolektibilitas 5 dan defisit keuangan Rp 50 miliar memiliki uang tunai Rp 400 miliar di rekening bank.
Dayu tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan tersebut. Ia sempat mengalihkan pertanyaan kepada mantan Direktur Keuangan PT PPI, sebelum akhirnya mengklaim bahwa PT PPI menjual saham pada saat itu.
"Saya enggak tahu, kita, ee, saat itu kita memang statusnya masih Ko 5, tapi kita punya uang Rp 400-an miliar, ya," ujar Dayu.
"Oh, Rp 400-an M itu dari menjual saham kami di Isuzu," lanjutnya.
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya orang lain atau korporasi, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Jaksa penuntut umum mendakwa Tom Lembong karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain. Selain itu, jaksa juga mempersoalkan penunjukan sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih melibatkan perusahaan BUMN.
Daftar Kata Kunci
- Sidang Korupsi Gula
- Tom Lembong
- PT PPI
- Dayu Padmara Rengganis
- Importasi Gula
- Korupsi
- Gula Kristal Mentah (GKM)
- Gula Kristal Putih (GKP)
- Kolektibilitas 5
- Arus Kas (Cash Flow)
- Kerugian Negara
- Pengadilan Tipikor
- Saksi
- Distributor Swasta
- Kebijakan Impor