Kerugian Negara Akibat Investasi Bodong PT Taspen Mencapai Rp 1 Triliun, KPK Segera Limpahkan Kasus ke Pengadilan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyelesaikan perhitungan kerugian negara akibat dugaan investasi fiktif yang dilakukan oleh PT Taspen (Persero). Hasil audit menunjukkan bahwa kerugian negara mencapai angka fantastis, yaitu Rp 1 triliun. Jumlah ini jauh lebih besar dari perkiraan awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya memperkirakan kerugian sebesar Rp 200 miliar.
Direktur Jenderal Pemeriksaan Investigasi BPK, I Nyoman Wara, mengungkapkan bahwa temuan BPK mengindikasikan adanya penyimpangan anggaran yang berpotensi pidana. Bukti-bukti ini telah diserahkan kepada KPK pada Senin (28/4/2025) untuk memperkuat proses penyidikan.
Sementara itu, KPK mengklaim bahwa penanganan kasus investasi fiktif ini hampir rampung dan siap untuk dilimpahkan ke tahap penuntutan dan persidangan. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa penyidikan telah selesai dan pihaknya akan segera melimpahkan berkas perkara ke penuntut umum.
Kasus ini menjerat dua tersangka utama, yaitu mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius NS Kosasih, dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto. Keduanya diduga terlibat dalam praktik investasi yang merugikan negara.
Kasus ini bermula pada tahun 2016 ketika PT Taspen (Persero) diduga melakukan investasi pada program Tabungan Hari Tua (THT) dengan membeli Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) senilai Rp 200 miliar yang diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada tahun 2018, sukuk tersebut dinyatakan tidak layak diperdagangkan karena gagal membayar kupon.
Keterlibatan Antonius Kosasih semakin dalam ketika ia menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen pada Januari 2019. Serangkaian pertemuan antara Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto dilakukan untuk mengoptimalkan Sukuk TSP Food II yang saat itu sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga.
Pada 20 Mei 2019, Komite Investasi PT IIM memasukkan Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) ke dalam daftar portofolio investasi yang layak melalui mekanisme optimalisasi RD InextG2. Tindakan ini dinilai bertentangan dengan Akta Kontrak Investasi Kolektif Reksadana Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G2), mengingat peringkat Sukuk SIAISA02 saat itu adalah Id D (gagal bayar) dan dalam kondisi PKPU, yang berarti masuk kategori Non-Investment Grade atau tidak layak investasi dan berisiko tinggi.
KPK menduga bahwa Antonius Kosasih seharusnya tidak melakukan penempatan investasi sebesar Rp 1 triliun yang dikelola oleh PT IIM. Kebijakan investasi PT Taspen mengatur bahwa penanganan sukuk dalam perhatian khusus harus disikapi dengan menahan untuk tidak memperjualbelikan dan menjual di bawah harga perolehan.
Dana investasi sebesar Rp 1 triliun pada RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM tersebut diduga dikeluarkan secara melawan hukum, sehingga memberikan keuntungan kepada beberapa pihak dan korporasi, termasuk Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto.
Beberapa korporasi yang diduga menerima keuntungan dari praktik ini antara lain:
- PT Insight Investment Management (PT IIM) sebesar Rp 78 miliar
- PT VSI sebesar Rp 2,2 miliar
- PT PS sebesar Rp 102 juta
- PT SM sebesar Rp 44 juta
KPK menduga bahwa pihak-pihak tersebut terafiliasi dengan tersangka Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto. Dengan adanya hasil perhitungan kerugian negara dari BPK, KPK semakin yakin bahwa kasus ini akan segera memasuki tahap persidangan.