Upaya Tekan Polusi, Pengelola Jalan Tol Wajib Pantau Kualitas Udara dan Sediakan Uji Emisi

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperketat pengawasan terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan oleh operasional jalan tol. Langkah ini diwujudkan dengan mewajibkan seluruh pengelola jalan tol untuk memasang alat pemantau kualitas udara, seperti low-cost sensor (LCS) dan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA).

Selain pemantauan kualitas udara, KLH juga mengharuskan pengelola jalan tol untuk menyediakan fasilitas uji emisi kendaraan bermotor. Fasilitas ini harus tersedia di area istirahat (rest area) dan jembatan timbang yang berada di sepanjang jalan tol. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memastikan bahwa kendaraan yang beroperasi di jalan tol memenuhi standar emisi yang telah ditetapkan, sehingga dapat mengurangi kontribusi sektor transportasi terhadap polusi udara.

Menurut Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, kewajiban ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan bahwa pengelola jalan tol bertanggung jawab dalam mengurangi pencemaran udara, kebisingan, serta kerusakan lingkungan lainnya. Ia menekankan bahwa jalan tol seharusnya menjadi bagian dari solusi untuk masalah lingkungan, bukan justru menjadi sumber masalah baru.

"Uji emisi, penghijauan koridor tol, serta pemantauan kualitas udara harus menjadi standar operasional," tegas Rasio.

KLH menyadari bahwa meskipun jalan tol memiliki manfaat dalam mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi transportasi, pembangunan dan operasionalnya juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak tersebut meliputi:

  • Deforestasi
  • Fragmentasi habitat
  • Peningkatan emisi kendaraan
  • Pencemaran air dan tanah
  • Polusi suara

Oleh karena itu, pengelola jalan tol diwajibkan untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup melalui Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Rencana ini mencakup berbagai kegiatan, seperti:

  • Penanaman pohon penyerap polutan
  • Pengujian kualitas udara ambien
  • Pengelolaan air limbah domestik
  • Pemantauan tingkat kebisingan
  • Pengelolaan sampah di area peristirahatan dan gerbang tol

Rasio menambahkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan, sektor transportasi darat, termasuk emisi kendaraan bermotor di jalan tol, menyumbang sekitar 30-60 persen dari polusi udara di wilayah perkotaan. Konsentrasi partikulat PM2.5 di kota-kota besar telah melampaui ambang batas aman tahunan yang ditetapkan, yaitu 5 mikrogram per meter kubik.

Untuk memperkuat pengelolaan lingkungan, KLH menerapkan prinsip pencemar membayar, yang mewajibkan setiap pengusaha untuk bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan usahanya. Prinsip ini didukung dengan penerapan berbagai instrumen kebijakan secara terintegrasi untuk meningkatkan efektivitas pengendalian pencemaran.

Sebagai bentuk apresiasi atas kepatuhan dan inovasi dalam pengelolaan lingkungan, pemerintah juga mendorong pengelola jalan tol untuk berpartisipasi dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER). Pengelola yang menunjukkan kinerja lingkungan yang baik akan diberikan peringkat dan penghargaan sesuai dengan tingkat ketaatannya terhadap pengurangan beban emisi, pengelolaan limbah, efisiensi energi, serta pelestarian lingkungan.