Eksploitasi Anak di Dunia Maya: Dua Pelajar Sampit Terlibat Jual Beli Konten Pornografi di Telegram

Kasus memprihatinkan kembali mencoreng dunia pendidikan dan perlindungan anak di Indonesia. Dua pelajar asal Sampit, Kalimantan Tengah, terjerat dalam praktik pembuatan dan penjualan konten pornografi melalui aplikasi Telegram. Ironisnya, salah satu pelaku masih di bawah umur, semakin memperparah kompleksitas kasus ini.

Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan yang masuk ke Polda Kalimantan Tengah pada Februari 2025. Tim Subdit V/Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Kalteng berhasil mengendus adanya aktivitas penjualan konten pornografi anak di platform Telegram. Penyelidikan intensif kemudian mengarah kepada NL, seorang pelajar berusia 17 tahun yang berdomisili di Sampit, sebagai pembuat dan penjual konten asusila tersebut.

Dalam pengembangan kasus, polisi juga mengamankan FS, seorang pelajar berusia 20 tahun, yang berperan membantu NL dalam proses penjualan konten tersebut. Modus operandi yang mereka lakukan adalah dengan memproduksi video dan foto bermuatan pornografi, kemudian memasarkannya melalui grup-grup Telegram yang beranggotakan orang-orang dengan ketertarikan serupa.

Menurut keterangan Kombes Pol Rimsyahtono, Dirreskrimsus Polda Kalteng, kedua tersangka berhasil meraup keuntungan antara Rp 1.500.000 hingga Rp 5.000.000 dalam kurun waktu satu minggu. Uang hasil penjualan konten tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi.

Saat ini, FS telah ditahan di Polda Kalteng untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Sementara itu, NL, karena masih berstatus anak di bawah umur, dikembalikan kepada orang tuanya dengan pengawasan ketat dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Dinas Sosial (Dinsos) setempat. Hal ini dilakukan sambil menunggu pelimpahan kasus ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Barang bukti yang berhasil diamankan oleh pihak kepolisian meliputi:

  • Empat buah handphone
  • Satu akun TikTok
  • Dua akun Telegram
  • Dua akun GoPay
  • Dua akun Dana
  • Empat buah kartu SIM

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukuman bagi pelaku pelanggaran pasal ini adalah pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 Miliar.

Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas anak di dunia maya. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku eksploitasi anak di dunia maya juga menjadi kunci untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif pornografi dan kejahatan siber lainnya.