Survei KPK Ungkap Praktik Koruptif Mengakar dalam Sistem Pendidikan Indonesia

Potret Buram Integritas Pendidikan: Temuan Survei KPK Mengkhawatirkan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang mengungkap sejumlah permasalahan serius dalam dunia pendidikan Indonesia. Survei ini, yang bertujuan untuk memetakan kondisi integritas di berbagai aspek pendidikan, menunjukkan adanya penurunan skor yang signifikan, dari 73,7 menjadi 69,50.

SPI Pendidikan 2024 mengukur tiga dimensi utama, yaitu karakter integritas peserta didik, ekosistem pendidikan terkait pendidikan antikorupsi, dan risiko korupsi dalam tata kelola pendidikan. Responden survei berasal dari berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, meliputi siswa, mahasiswa, guru, dosen, wali murid, dan pimpinan satuan pendidikan.

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menjelaskan bahwa survei tahun ini memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mencakup seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini memungkinkan KPK untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi integritas pendidikan di berbagai daerah.

Ragam Praktik Tidak Jujur dan Koruptif

Survei tersebut mengungkap sejumlah praktik tidak jujur dan koruptif yang masih marak terjadi di lingkungan pendidikan, di antaranya:

  • Ketidakjujuran Akademik: Perilaku menyontek masih menjadi masalah yang sangat umum, dengan tingkat prevalensi mencapai 78% di sekolah dan bahkan 98% di kampus. Plagiarisme juga masih ditemukan, terutama di perguruan tinggi.
  • Gratifikasi dan Konflik Kepentingan: Sebagian guru, dosen, dan pimpinan satuan pendidikan masih menganggap gratifikasi dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar. Selain itu, ditemukan adanya benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, di mana vendor dipilih berdasarkan relasi pribadi dan komisi diterima oleh pihak satuan pendidikan.
  • Penyimpangan Dana BOS: Sejumlah sekolah terindikasi menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, masih ditemukan praktik pemerasan, potongan, atau pungutan terkait dana BOS.
  • Pungutan Liar: Pungutan liar masih terjadi di berbagai satuan pendidikan, terkait penerimaan siswa baru, pengurusan dokumen, dan lain-lain.
  • Nepotisme: Praktik nepotisme dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau proyek masih ditemukan di sejumlah sekolah.

Upaya Perbaikan dan Pencegahan Korupsi

Merespons temuan survei tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan komitmennya untuk memperkuat pendidikan nilai sebagai upaya membangun budaya dan peradaban bangsa. Pendekatan pembelajaran mendalam akan diterapkan mulai tahun ajaran 2025-2026, dengan fokus pada pemahaman nilai-nilai utama dan pembentukan kepribadian siswa.

Selain itu, Kemendikbudristek juga akan menekankan budaya jujur, bersih, dan antikorupsi di seluruh pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, masyarakat, dan media massa. Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tengah merevisi peraturan terkait penyelenggaraan pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi dan mewajibkan seluruh perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan antikorupsi.

Kementerian tersebut juga berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam berbagai proses administrasi, seperti pengajuan tugas belajar, penyetaraan ijazah, dan kenaikan pangkat, guna meminimalkan potensi terjadinya korupsi. Diharapkan dengan adanya upaya-upaya ini, integritas dalam dunia pendidikan Indonesia dapat ditingkatkan secara signifikan.