Polemik Mutasi Ketua IDAI Mencuat, Kemenkes Beri Penjelasan

Polemik tengah menyelimuti dunia kedokteran anak di Indonesia menyusul kabar mutasi mendadak terhadap Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim B Yanuarso. Kebijakan mutasi ini tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Azhar Jaya, dan langsung memicu reaksi beragam dari berbagai pihak.

Sejumlah kalangan mempertanyakan alasan di balik mutasi dr. Piprim, bahkan menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Semula, dr. Piprim dikenal sebagai dokter yang berdedikasi tinggi serta tenaga pengajar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), khususnya dalam bidang subspesialisasi kardiologi intervensi anak. Kompetensi dan pengalamannya di bidang ini telah banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu kedokteran anak di Indonesia.

Spekulasi pun bermunculan terkait motif di balik keputusan mutasi ini. Salah satu dugaan yang mengemuka adalah adanya kaitan dengan wewenang kolegium yang rencananya akan dialihkan kepada Kemenkes RI. Isu ini semakin santer terdengar di kalangan tenaga medis dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa mutasi yang dilakukan merupakan bagian dari rotasi rutin di rumah sakit vertikal yang berada di bawah naungan Kemenkes. Selain dr. Piprim, terdapat 12 dokter lainnya yang juga turut serta dalam rotasi ini.

Aji menegaskan bahwa rotasi ini merupakan hal yang wajar dan bertujuan untuk meningkatkan serta mengembangkan kualitas pelayanan di rumah sakit-rumah sakit Kemenkes RI. Ia menambahkan bahwa penempatan dr. Piprim di Rumah Sakit Fatmawati (RSF) didasari oleh kebutuhan mendesak, mengingat RSF saat ini hanya memiliki satu orang subspesialis kardiologi anak yang akan segera memasuki masa pensiun.

Kehadiran dr. Piprim diharapkan dapat memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di RSF. Selain itu, RSF juga merupakan rumah sakit pendidikan utama bagi Fakultas Kedokteran UIN dan menjadi bagian dari jejaring rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI).

Menanggapi kekhawatiran mengenai potensi kekurangan tenaga pendidik subspesialis jantung anak di RSCM, Aji meyakinkan bahwa RSCM masih memiliki empat dokter subspesialis jantung anak aktif lainnya. Dengan demikian, pelayanan kepada peserta didik dan pasien di RSCM tetap terjamin dan tidak akan mengalami gangguan.

Aji juga menambahkan bahwa pasien yang sebelumnya mendapatkan layanan dari dr. Piprim di RSCM tetap dapat dilayani di RSF. Jarak antara RSCM dan RSF tidak terlalu jauh, sehingga pelayanan kesehatan pediatrik atau anak tetap dapat dilakukan dengan mudah.