Kashmir: Pusaran Konflik Abadi di Persimpangan Kepentingan Geopolitik
Kashmir: Pusaran Konflik Abadi di Persimpangan Kepentingan Geopolitik
Kashmir, wilayah yang terletak di jantung Himalaya, menjadi saksi bisu rivalitas sengit antara India, Pakistan, dan Cina. Konflik berkepanjangan ini bukan hanya perebutan wilayah, tetapi juga melibatkan kepentingan strategis, ekonomi, dan identitas yang kompleks.
Baru-baru ini, eskalasi kembali terjadi. Serangan mematikan terhadap wisatawan di wilayah Kashmir yang dikelola India, mengakibatkan puluhan korban jiwa. Insiden ini menambah daftar panjang kekerasan yang terus menghantui wilayah tersebut. Sebelumnya, serangkaian baku tembak antara militan dan tentara India juga mempertegas betapa rapuhnya stabilitas di kawasan ini.
Akar Konflik Kashmir
Kashmir, dengan luas sekitar 222.200 kilometer persegi, terbagi antara India, Pakistan, dan Cina. Namun, baik India maupun Pakistan mengklaim seluruh wilayah tersebut sebagai bagian integral dari negara mereka.
Sejarah konflik modern Kashmir berawal pada tahun 1947, saat India yang baru merdeka terpecah menjadi India dan Pakistan. Wilayah Jammu dan Kashmir, yang saat itu diperintah oleh Maharaja Hari Singh, awalnya memilih untuk tidak bergabung dengan kedua negara. Namun, invasi oleh kelompok gerilya Pakistan mengubah arah sejarah. Maharaja kemudian meminta bantuan India dan setuju untuk menyerahkan wilayahnya kepada New Delhi, yang memperkuat pembagian de facto Kashmir hingga saat ini.
- India: Menguasai wilayah terpadat, termasuk Lembah Kashmir, Jammu, dan Ladakh.
- Pakistan: Menguasai sebagian Kashmir utara, termasuk Azad Jammu dan Kashmir (AJK) serta Gilgit-Baltistan.
- Cina: Mengelola wilayah Aksai Chin yang jarang penduduknya dan Lembah Shaksgam.
Klaim Pakistan didasarkan pada mayoritas muslim di Kashmir, yang menurut mereka seharusnya menjadi bagian dari Pakistan sejak awal. India bersikeras bahwa Instrumen Aksesi 1947 memberikan dasar hukum yang kuat untuk klaimnya atas wilayah tersebut. Namun, keabsahan dokumen ini masih diperdebatkan oleh para ahli hukum.
Peran Strategis Cina
Selain India dan Pakistan, Cina juga memiliki kepentingan signifikan di Kashmir. Cina mengelola Lembah Shaksgam dan Aksai Chin, yang diklaim oleh India. Aksai Chin sangat penting bagi Cina karena menyediakan konektivitas darat antara Tibet dan Xinjiang. Cina membangun jalan strategis melalui Aksai Chin pada tahun 1950-an, yang memicu konflik dengan India pada tahun 1962. Hingga saat ini, Cina tetap menguasai dan mengelola wilayah tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, Cina telah meningkatkan kehadiran militernya di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC), yang menyebabkan ketegangan dengan India. Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC), bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan, melintasi Gilgit-Baltistan, menjadikan stabilitas Kashmir sebagai isu penting bagi Beijing.
Militerisasi dan Pemberontakan
Kashmir menjadi salah satu wilayah dengan tingkat militerisasi tertinggi di dunia. India diperkirakan memiliki lebih dari 750.000 tentara di Jammu dan Kashmir, sementara Pakistan menempatkan hingga 120.000 personel keamanan di sepanjang Garis Kontrol. Kehadiran militer yang besar ini menciptakan suasana tegang dan meningkatkan risiko konflik.
Pemberontakan bersenjata di Kashmir yang dikelola India, yang dimulai pada akhir 1980-an, dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan lokal dan dukungan eksternal. India menuduh Pakistan mendukung kelompok militan, yang dibantah oleh Islamabad.
Eskalasi yang Berkelanjutan
Serangan terhadap wisatawan baru-baru ini memicu reaksi keras dari India, termasuk penurunan hubungan diplomatik dan penangguhan Perjanjian Indus Waters. Pakistan memperingatkan bahwa gangguan terhadap perjanjian tersebut akan dianggap sebagai tindakan agresi.
Ketegangan meningkat pada tahun 2019 setelah serangan bom bunuh diri di Pulwama, yang memicu serangan udara India ke Pakistan. Pada tahun yang sama, India mencabut Pasal 370, yang memberikan otonomi khusus kepada Jammu dan Kashmir, yang semakin memperburuk situasi.
Di tengah konflik yang berkepanjangan, risiko eskalasi lebih lanjut tetap tinggi. Kashmir terus menjadi pusaran konflik yang kompleks, dengan implikasi yang luas bagi stabilitas regional dan internasional.