Sengketa Lahan Mbah Tupon: ATR/BPN Bantul Bekukan Sertifikat Sementara
Kasus sengketa lahan yang melibatkan seorang warga Bantul bernama Mbah Tupon memasuki babak baru. Kantor ATR/BPN Kabupaten Bantul mengambil langkah proaktif dengan melakukan pemblokiran internal terhadap sertifikat tanah milik Mbah Tupon, yang kini tercatat atas nama inisial IF. Tindakan ini diambil sebagai respons atas dugaan peralihan kepemilikan tanah yang tidak sesuai prosedur dan berpotensi merugikan Mbah Tupon.
Sengketa ini bermula ketika Mbah Tupon berencana memecah sebagian tanahnya yang seluas 1.655 meter persegi. Namun, tanpa sepengetahuan Mbah Tupon, sertifikat tanah tersebut justru beralih tangan dan dijadikan jaminan (agunan) di sebuah bank. Pihak keluarga Mbah Tupon baru mengetahui permasalahan ini setelah menerima informasi dari pihak bank mengenai adanya pinjaman yang tidak terbayar, yang berujung pada ancaman pelelangan tanah.
Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Bantul, Tri Harnanto, menegaskan bahwa Mbah Tupon tidak pernah memiliki niat untuk mengalihkan kepemilikan sertifikat tanahnya. Tujuan awal Mbah Tupon hanyalah memecah lahan tersebut.
Menindaklanjuti laporan tersebut, ATR/BPN Kabupaten Bantul bergerak cepat dengan mengamankan sejumlah dokumen penting terkait, termasuk:
- Warkah pemecahan tanah
- Warkah peralihan hak
- Warkah pelekatan hak tanggungan
Selain itu, ATR/BPN Kabupaten Bantul juga telah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti:
- Kalurahan Bangunjiwo
- Pemerintah Kabupaten Bantul
Koordinasi ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka menentukan langkah-langkah penanganan selanjutnya. Pihak ATR/BPN juga berupaya mendatangi kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris yang diduga terlibat dalam proses peralihan kepemilikan sertifikat. Kantor notaris tersebut diketahui berlokasi di Pasar Niten, Kabupaten Bantul dan atas nama Notaris Anhar Rusli. Namun, saat didatangi, kantor tersebut dalam keadaan tutup.
Untuk memastikan perlindungan hukum terhadap Mbah Tupon, ATR/BPN Kabupaten Bantul telah mengirimkan surat permohonan rekomendasi pemblokiran internal kepada Kanwil ATR/BPN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemblokiran internal ini berbeda dengan pemblokiran yang diajukan oleh perseorangan. Pemblokiran oleh perseorangan hanya berlaku selama 30 hari, sementara pemblokiran internal berlaku hingga sengketa tanah tersebut terselesaikan.
Menurut Tri Harnanto, pemblokiran internal memerlukan rekomendasi dari pimpinan. Saat ini, pihaknya masih menunggu jawaban dari Kanwil BPN DIY terkait permohonan rekomendasi tersebut. Setelah mendapatkan rekomendasi, ATR/BPN akan segera melakukan tindakan blokir internal terhadap sertifikat hak milik nomor 24451, sehingga Mbah Tupon dapat terlindungi sementara waktu sambil menunggu proses hukum lebih lanjut dari pihak kepolisian.
Sebelumnya, anak pertama Mbah Tupon, Heri Setiawan, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada tahun 2020 ketika Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi dari total 2.100 meter persegi. Seorang pembeli berinisial BR berminat membeli tanah tersebut, dan pada saat yang sama, Mbah Tupon menghibahkan sebagian tanahnya seluas 90 meter persegi untuk jalan serta 54 meter persegi untuk gudang RT. Proses pemecahan sertifikat pun dilakukan, dan sertifikat untuk jalan telah selesai diterbitkan.