MK Batasi Interpretasi 'Kerusuhan' dalam UU ITE: Ruang Digital Bukan Ranah Pidana
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting terkait interpretasi kata 'kerusuhan' dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam sidang putusan perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 yang digelar di Jakarta Pusat, MK menyatakan bahwa keributan atau perdebatan yang terjadi di ruang digital, seperti media sosial, tidak serta merta dapat dikategorikan sebagai delik pidana dalam UU ITE.
Ketua MK, Suhartoyo, menegaskan bahwa kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU ITE bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jika tidak dimaknai secara terbatas. MK memberikan penafsiran bersyarat, yaitu 'kerusuhan' harus diartikan sebagai kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan di ruang digital atau siber.
Dengan kata lain, MK ingin menghindari kriminalisasi terhadap ekspresi atau diskusi yang terjadi secara online, kecuali jika secara nyata menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum di dunia nyata. Putusan ini memberikan batasan yang jelas terhadap penerapan UU ITE, khususnya terkait dengan pasal-pasal yang seringkali dianggap karet dan rentan disalahgunakan untuk membungkam kritik atau perbedaan pendapat.
Hakim MK Arsul Sani menjelaskan bahwa ketidakjelasan parameter 'kerusuhan' dalam UU ITE menjadi dasar pertimbangan MK. Tanpa definisi yang jelas, pasal-pasal tersebut berpotensi melanggar prinsip kepastian hukum dan dapat menimbulkan penafsiran yang subjektif oleh aparat penegak hukum.
MK menyadari bahwa perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara masyarakat berinteraksi dan menyampaikan pendapat. Akses mudah terhadap informasi melalui media sosial telah menciptakan dinamika baru dalam ruang publik. Oleh karena itu, kritik terhadap kebijakan pemerintah atau perbedaan pendapat yang disampaikan secara online harus disikapi sebagai bagian dari proses demokrasi, bukan serta merta dianggap sebagai penyebab keonaran yang dapat diproses secara pidana.
Berikut poin penting dalam putusan MK:
- Pembatasan Interpretasi 'Kerusuhan': MK membatasi makna 'kerusuhan' dalam UU ITE hanya pada gangguan ketertiban umum di ruang fisik.
- Perlindungan Ekspresi Online: Putusan ini bertujuan untuk melindungi kebebasan berekspresi dan berpendapat di ruang digital.
- Relevansi dengan Perkembangan Teknologi: MK mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi dan dampaknya terhadap partisipasi publik.
- Dinamika Demokrasi: Kritik dan perbedaan pendapat di ruang publik harus disikapi sebagai bagian dari dinamika demokrasi.
- Kepastian Hukum: Putusan ini memberikan kepastian hukum yang lebih jelas terkait dengan penerapan pasal-pasal 'kerusuhan' dalam UU ITE.
Putusan MK ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan UU ITE secara lebih hati-hati dan proporsional, serta melindungi hak-hak konstitusional warga negara dalam berekspresi dan berpartisipasi dalam ruang publik digital.