Eks Karyawan Sanel Tour and Travel Tempuh Jalur Hukum Akibat Penahanan Ijazah
Gelombang protes atas dugaan penahanan ijazah oleh perusahaan Sanel Tour and Travel, yang beroperasi di Pekanbaru, Riau, mencapai puncaknya. Sepuluh mantan karyawan perusahaan tersebut secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana ini ke Polda Riau pada hari Selasa, 29 April 2025.
Langkah hukum ini diambil setelah upaya mediasi dan peringatan yang disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk anggota DPRD Kota Pekanbaru, tidak membuahkan hasil. Para mantan karyawan, yang didampingi oleh kuasa hukum mereka, Endang Suparta, dan Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi, tiba di SPKT Polda Riau untuk menyampaikan laporan mereka.
Endang Suparta, selaku pengacara para pelapor, menjelaskan bahwa laporan tersebut berfokus pada dugaan tindak pidana penggelapan ijazah. Ia merujuk pada Pasal 372 dan Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar hukum pelaporan ini. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal empat tahun untuk Pasal 372 dan lima tahun untuk Pasal 374.
Zulkardi menambahkan bahwa keputusan untuk membawa masalah ini ke ranah hukum didorong oleh kurangnya itikad baik dari pihak perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Menurutnya, berbagai upaya telah dilakukan untuk meminta Sanel Tour and Travel mengembalikan ijazah para mantan karyawan, namun tidak diindahkan. Bahkan, mediasi yang difasilitasi oleh DPRD Pekanbaru juga tidak dihadiri oleh perwakilan perusahaan.
"Mereka mau cari kerja enggak bisa, karena ijazahnya ditahan. Sekarang mereka banyak yang menganggur. Ada yang jadi tukang bangunan, ada yang jadi operator warnet, dan sebagainya," ungkap Zulkardi.
Zulkardi mengungkapkan bahwa jumlah korban yang mengadu kepadanya terkait masalah ini mencapai 50 orang, dengan 44 di antaranya telah menyerahkan bukti bahwa ijazah mereka ditahan oleh perusahaan.
Kasus ini menyoroti permasalahan serius terkait hak-hak pekerja dan kewajiban perusahaan. Penahanan ijazah, yang seringkali menjadi syarat administrasi dalam mencari pekerjaan, dapat menghambat para mantan karyawan untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Tindakan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang praktik ketenagakerjaan yang adil dan bertanggung jawab.
Hingga saat ini, pemilik Sanel Tour and Travel, Santi, belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan polisi ini. Pihak berwenang diharapkan dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut dan melakukan penyelidikan yang komprehensif untuk memastikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi perusahaan yang melanggar hak-hak pekerja.
Berikut adalah point pasal yang dilanggar dalam kasus ini:
- Pasal 372 KUHPidana
- Pasal 374 KUHPidana
Praktik penahanan ijazah oleh perusahaan, apapun alasannya, merupakan tindakan yang merugikan pekerja. Ijazah adalah dokumen penting yang menjadi bukti kompetensi dan kualifikasi seseorang. Menahan ijazah berarti menghalangi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga berdampak pada kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
Kasus Sanel Tour and Travel ini menjadi contoh nyata bagaimana praktik penahanan ijazah dapat merugikan pekerja. Diharapkan kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan lain untuk tidak melakukan tindakan serupa. Pemerintah dan aparat penegak hukum juga diharapkan dapat lebih tegas dalam menindak perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja.