PROPER Pertimbangkan Sertifikat Penurunan Emisi sebagai Kriteria Penilaian
Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) sedang mempertimbangkan integrasi Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) sebagai salah satu kriteria penting dalam program Public Disclosure Program for Environmental Compliance (PROPER). Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan karbon internasional.
Menurut Direktur Investasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi KLHK, Hari Wibowo, langkah ini bertujuan untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih aktif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Dalam seminar tentang strategi peningkatan bisnis karbon di Bursa Efek Indonesia (BEI), Hari menjelaskan bahwa PROPER, sebagai program pemeringkatan kinerja lingkungan perusahaan, memiliki potensi besar untuk meningkatkan permintaan terhadap SPE.
"Prinsipnya adalah mendorong semua pihak untuk melakukan aksi mitigasi dan mendorong semua pihak untuk melakukan pembelian dari SPE yang dihasilkan," ujar Hari. Implementasi SPE dalam PROPER akan memberikan poin tambahan bagi perusahaan yang mampu menunjukkan komitmen dan hasil nyata dalam penurunan emisi. Hal ini diharapkan dapat memacu perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi dan praktik yang lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut, Hari menjelaskan bahwa integrasi SPE ke dalam PROPER sejalan dengan kewajiban-kewajiban terkait emisi yang harus dipenuhi perusahaan. Dengan adanya target mitigasi yang jelas, perusahaan dapat mengevaluasi dan meningkatkan upaya mereka dalam mengurangi dampak lingkungan.
Perdagangan karbon sendiri merupakan implementasi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Pemerintah memperkirakan potensi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Indonesia dapat mencapai 16,7 miliar dollar AS pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan potensi besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam pasar karbon global.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyoroti pertumbuhan positif dalam perdagangan karbon di Indonesia. Hingga April 2025, volume perdagangan karbon mencapai 1,59 juta ton dengan nilai transaksi sebesar Rp 77,91 miliar. Jumlah pengguna jasa juga meningkat signifikan, dari 16 partisipan pada awal peluncuran menjadi 111 pengguna jasa saat ini.
Bursa karbon Indonesia sendiri telah resmi diluncurkan pada Januari 2024. Sebelum peluncuran resmi, penjualan karbon telah mencapai 1 juta tCO2e. Harga karbon yang ditetapkan bervariasi, yaitu Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA) dan Rp 144.000 per ton untuk unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).
Saat ini, terdapat lima proyek pengurangan emisi karbon yang telah diotorisasi oleh Kementerian LHK. Proyek-proyek tersebut meliputi pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4 dan konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2.
Adapun detail proyek yang sudah diotorisasi:
- Pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4
- Konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2