Kejaksaan Agung Menimbang Opsi Hukum Terkait Uang Pengganti Kasus Timah Pasca Meninggalnya Terdakwa Suparta

Kejaksaan Agung Republik Indonesia saat ini tengah melakukan kajian mendalam terkait kelanjutan proses hukum, khususnya mengenai uang pengganti dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah yang menjerat almarhum Suparta. Suparta, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), telah meninggal dunia pada hari Senin, 28 April lalu, saat menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cibinong, Bogor.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan kepada awak media pada hari Selasa, 29 April, bahwa status terdakwa Suparta secara otomatis gugur sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku. Namun, hal ini tidak serta merta mengakhiri upaya pemulihan kerugian negara yang timbul akibat kasus korupsi timah tersebut. Kejaksaan Agung sedang mempertimbangkan berbagai langkah hukum yang dapat ditempuh, termasuk kemungkinan pelimpahan perkara perdata kepada bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) untuk dilakukan gugatan.

"Hal ini terkait kerugian keuangan negara, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengatur hal tersebut. Apakah penyidik akan menyerahkan ke Datun untuk dilakukan gugatan dan sebagainya, tentu itu masih akan dikaji dan dipelajari lebih lanjut oleh penuntut umum," ujar Harli Siregar.

Sebelumnya, Suparta telah divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas keterlibatannya dalam kasus korupsi timah. Vonis ini lebih berat dibandingkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 8 tahun penjara. Selain pidana penjara, Suparta juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman kurungan selama 10 tahun.

Kasus korupsi tata niaga komoditas timah ini diperkirakan telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Kerugian ini dihitung berdasarkan kerugian akibat kerja sama pengolahan timah antara PT Timah Tbk, selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan pihak swasta, serta kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Berikut poin-poin penting terkait kasus ini:

  • Meninggalnya Terdakwa: Suparta, Direktur Utama PT RBT, meninggal dunia saat menjalani penahanan.
  • Gugurnya Status Terdakwa: Sesuai hukum acara pidana, status terdakwa Suparta otomatis gugur.
  • Uang Pengganti: Suparta divonis membayar uang pengganti Rp 4,57 triliun.
  • Opsi Hukum: Kejaksaan Agung sedang mengkaji opsi hukum untuk memulihkan kerugian negara.
  • Peran Datun: Kemungkinan pelimpahan perkara perdata ke Datun untuk gugatan.
  • Kerugian Negara: Kasus korupsi timah ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun.