Perhutani Kembangkan Hutan Tanaman Energi Skala Besar, Targetkan Tiga Pabrik Biomassa

Perum Perhutani tengah gencar mengembangkan Hutan Tanaman Energi (HTE) dengan skala yang signifikan. Tercatat, sekitar 48.477 hektar lahan hutan telah dialokasikan untuk proyek ambisius ini. Inisiatif ini menjadi bagian dari komitmen Perhutani dalam mendukung energi baru terbarukan (EBT) yang telah dimulai sejak tahun 2021.

Direktur Utama Perum Perhutani, Wahyu Kuncoro, mengungkapkan bahwa sebagai bagian dari pengembangan HTE ini, perusahaan berencana membangun tiga pabrik biomassa. Dua di antaranya akan mendukung program Co-Firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), sementara satu pabrik lainnya akan beroperasi secara komersial.

"Pada tahun lalu, kami telah memiliki 48 ribu hektare hutan tanaman energi. Kami menanam pohon yang hasil energinya setara dengan batu bara," ujar Wahyu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR.

Detail Proyek Pabrik Biomassa:

  • Co-Firing PLTU PLN Pelabuhan Ratu, Sukabumi: Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 11.500 ton per tahun. Investasi yang dialokasikan untuk pabrik ini mencapai Rp 27 miliar, dengan skema multiyears. Target operasional pabrik ini adalah pada kuartal II tahun ini.
  • Co-Firing PLTU PLN Rembang: Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 14.300 ton per tahun. Sama seperti pabrik di Sukabumi, investasi yang dialokasikan adalah Rp 27 miliar secara multiyears. Pabrik ini ditargetkan beroperasi pada kuartal I tahun 2026.
  • Pabrik Biomassa Komersial di Brumbung: Pabrik ini akan memproduksi wood pellet dengan kapasitas 60.000 ton per tahun. Investasi yang diperlukan mencapai Rp 133,6 miliar, dan direncanakan mulai beroperasi pada kuartal IV tahun 2025.

Wahyu menambahkan, "Untuk biomassa yang di Sukabumi, sudah menjelang akhir commissioning. Kemudian yang Rembang berproses dan yang di Brumbung juga sedang berproses."

Kinerja Keuangan Perhutani:

Perum Perhutani mencatatkan laba bersih sebesar Rp 303 miliar sepanjang tahun 2024. Angka ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan laba bersih tahun 2023 yang mencapai Rp 502 miliar. Meskipun demikian, Wahyu Kuncoro menekankan bahwa jika dilihat dari perspektif lima tahun terakhir, laba bersih perusahaan masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 6,7%.

Penurunan laba pada tahun 2024 disebabkan oleh gejolak politik dan ketidakpastian ekonomi yang meningkat. "Banyak perusahaan kehutanan yang sulit untuk meneruskan bisnisnya, karena situasi gejolak politik dan pergerakan ekonomi yang cukup luar biasa," jelas Wahyu.

Perhutani menargetkan laba bersih sebesar Rp 459 miliar pada tahun 2025. Selain itu, pendapatan perusahaan tercatat stagnan di angka Rp 5,5 triliun pada tahun 2024 dan 2023. Namun, angka ini juga mengalami kenaikan sebesar 2,5% jika diukur dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Perusahaan juga menargetkan pertumbuhan pendapatan menjadi Rp 5,7 triliun pada tahun ini.

EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) juga mengalami penurunan secara tahunan, dari Rp 757 miliar pada tahun 2023 menjadi Rp 528 miliar pada tahun 2024. Perhutani menargetkan pertumbuhan EBITDA menjadi Rp 711 miliar pada tahun ini.

"Tentang rasio EBITDA margin, kami cukup baik di angka 9,9% dan nggak apa-apa to EBITDA sebesar 1,57 kali," kata Wahyu.

Total aset Perhutani mengalami peningkatan dari Rp 17,9 triliun pada tahun 2023 menjadi Rp 18,3 triliun pada tahun 2024. Wahyu menjelaskan bahwa aset utama perusahaan adalah tegakan pohon.

"Sesuai PP pendirian kami, PP 72 tahun 2010, kami diberi amanah sebagai pengelola hutan, tentunya bukan sebagai pemilik hutan," pungkasnya.