Gejolak Perdagangan Global: Peluang Investasi Obligasi Indonesia di Tengah Ketidakpastian

Peluang Investasi Obligasi Indonesia di Tengah Perang Tarif Global

Di tengah eskalasi tensi perdagangan global, khususnya setelah Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif yang agresif, pasar obligasi Indonesia justru memunculkan prospek menarik bagi investor. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengidentifikasi bahwa ketidakpastian ekonomi global, yang dipicu oleh perang tarif, menciptakan celah investasi yang menguntungkan pada aset berbasis pendapatan tetap, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Menurut Syuhada Arief, Senior Portfolio Manager Fixed Income MAMI, walaupun Indonesia terkena dampak tarif resiprokal AS sebesar 32 persen, pengaruhnya diperkirakan tidak signifikan. Hal ini dikarenakan proporsi ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor atau setara dengan 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini justru memberikan keunggulan kompetitif bagi Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, yang lebih rentan terhadap dampak langsung perang tarif.

Antisipasi Kebijakan The Fed dan Strategi Investasi

MAMI juga menyoroti bahwa ketidakpastian kebijakan The Federal Reserve (The Fed) tidak akan sepenuhnya menghalangi potensi penurunan suku bunga acuan di Amerika Serikat. Proyeksi dari dewan gubernur The Fed menunjukkan adanya ruang untuk penurunan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin pada tahun ini. Meskipun ekspektasi pasar lebih agresif, mencapai hingga 100 basis poin, potensi penurunan suku bunga ini tetap menjadi faktor positif bagi pasar obligasi.

Sebagai respons terhadap dinamika global, MAMI telah melakukan penyesuaian pada portofolio reksa dana obligasinya dengan mengalihkan fokus ke surat utang dengan tenor pendek. Strategi ini didasarkan pada keyakinan bahwa obligasi berdurasi pendek lebih tangguh terhadap volatilitas pasar dan memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan jika suku bunga mengalami penurunan.

Kepercayaan Investor Asing pada Rupiah dan SBN

Meskipun nilai tukar rupiah mengalami pelemahan pada kuartal pertama 2025, hal ini tidak serta merta membuat investor asing meninggalkan pasar obligasi Indonesia. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa investor asing mencatatkan pembelian bersih Surat Berharga Negara (SBN) sekitar Rp16,29 triliun hingga akhir Maret 2025. Hal ini mencerminkan kepercayaan yang kuat terhadap fundamental ekonomi Indonesia.

Mengenai kebijakan suku bunga domestik, MAMI memperkirakan bahwa Bank Indonesia (BI) memiliki potensi untuk menurunkan suku bunga, meskipun nilai tukar rupiah sedang tertekan. Secara historis, BI telah menunjukkan kesediaannya untuk menurunkan suku bunga di tengah pelemahan ekonomi global, bahkan ketika rupiah berada di bawah tekanan, seperti yang terjadi pada periode 2010-2012 dan 2018-2020.

Dalam menghadapi volatilitas pasar, MAMI menyarankan investor untuk mempertahankan portofolio yang terdiversifikasi dan tetap fleksibel dalam membaca peluang yang muncul. Diversifikasi ke aset yang likuid akan membantu mengurangi dampak volatilitas dan memungkinkan pemanfaatan momen ketika ada sinyal pelonggaran moneter.