Ribuan Kepala Desa di Jawa Tengah Dapatkan Pendidikan Antikorupsi Intensif dari KPK
Ribuan kepala desa dari seluruh penjuru Jawa Tengah, tepatnya 7.810 orang, berkumpul di GOR Jatidiri Semarang pada hari Selasa, 29 April 2025, untuk mengikuti program Sekolah Antikorupsi. Inisiatif ini digagas sebagai upaya strategis untuk membentengi desa-desa di Jawa Tengah dari praktik korupsi yang merugikan.
Fitroh Rohcahyanto, salah seorang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hadir dalam acara tersebut, menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya kasus korupsi yang melibatkan kepala desa di Jawa Tengah. Ia menekankan bahwa besarnya dana desa yang mengalir, baik dari APBD maupun APBN, menjadi lahan subur bagi potensi penyelewengan jika tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel.
"Dana desa seharusnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu," tegas Fitroh. Ia menambahkan, KPK terus berupaya meningkatkan kesadaran para kepala desa akan bahaya korupsi dan konsekuensi hukum yang akan dihadapi jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Untuk memperkuat pesan antikorupsi, para kepala desa diajak untuk menyanyikan syair-syair bertema antikorupsi. Salah satu bait syair yang dilantunkan berbunyi: "Mari kita berjanji bekerja tanpa korupsi, ingat kita pasti akan mati, untuk apa kita lakukan korupsi?"
Fitroh berharap, melalui pendekatan seni dan budaya, pesan antikorupsi dapat lebih mudah diterima dan diinternalisasi oleh para kepala desa. Ia juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa. Masyarakat diharapkan berani melaporkan jika menemukan indikasi penyimpangan atau praktik korupsi di desanya.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas inisiatif Sekolah Antikorupsi yang digagas oleh KPK. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen untuk memberantas korupsi hingga ke tingkat desa. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan membentuk desa-desa antikorupsi.
"Saat ini, kita sudah memiliki 30 desa antikorupsi dan kita ajukan 297 desa antikorupsi di wilayah kita," ungkap Luthfi. Ia berharap, semakin banyak desa di Jawa Tengah yang menjadi contoh dalam pengelolaan dana desa yang transparan dan akuntabel. Dengan demikian, pembangunan di Jawa Tengah dapat berjalan dengan optimal dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Gubernur Luthfi juga menekankan bahwa pembangunan Jawa Tengah harus dimulai dari desa. Jika desa-desa bersih dari korupsi, maka dana triliunan rupiah yang digelontorkan akan benar-benar dapat menyejahterakan masyarakat. Ia mengajak seluruh kepala desa untuk menjadi agen perubahan dan pelopor antikorupsi di desanya masing-masing.
Program Sekolah Antikorupsi ini diharapkan menjadi momentum penting bagi upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tingkat desa. Dengan kepala desa yang memiliki integritas dan komitmen yang kuat, diharapkan dana desa dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.