Korupsi Dana Jasindo Rp 38 Miliar, Mantan Direktur Divonis Penjara
Mantan Direktur Operasi Ritel PT Jasindo, Sahata Lumban Tobing, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara terhadapnya atas kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 38 miliar.
Majelis hakim yang diketuai oleh Rianto Adam Pontoh menyatakan Sahata terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan modus operandi pembuatan kegiatan fiktif yang melibatkan PT Mitra Bina Selaras (MBS). Putusan ini dibacakan pada hari Selasa, 29 April 2025, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain hukuman badan, Sahata juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 150 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 4 bulan. Hakim juga mempertimbangkan pengembalian sejumlah uang yang telah dilakukan oleh Sahata sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti sebesar Rp 525.419.000.
Dalam kasus yang sama, pemilik PT MBS, Toras Sotarduga Panggabean, juga dinyatakan bersalah dan divonis 2 tahun 4 bulan penjara, serta denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Toras dibebaskan dari kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 7.662.083.376,31, karena pengembalian aset yang telah dilakukannya diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti tersebut.
Hal yang memberatkan kedua terdakwa adalah tindakan mereka dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sementara itu, hal-hal yang meringankan antara lain adalah keduanya belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatan dan berjanji tidak akan mengulanginya, serta telah mengembalikan sebagian kerugian negara.
Majelis hakim berpendapat bahwa Sahata dan Toras terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, sesuai dengan dakwaan alternatif kedua yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan sebelumnya, di mana Sahata dituntut 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Toras dituntut 3 tahun dan 5 bulan penjara dengan denda yang sama. Keduanya juga tidak dituntut membayar uang pengganti, karena JPU mempertimbangkan pengembalian aset yang telah dilakukan.
Kasus ini bermula dari dakwaan yang dibacakan oleh JPU KPK pada tanggal 19 Desember. Jaksa mendakwa Sahata dan Toras telah melakukan perbuatan yang merugikan negara sebesar Rp 38 miliar melalui rekayasa kegiatan keagenan PT MBS. Sahata diduga telah membayarkan komisi agen kepada PT MBS seolah-olah sebagai imbalan jasa atas penutupan asuransi kantor-kantor Jasindo di berbagai daerah selama periode 2017-2020, padahal penutupan jasa asuransi tersebut tidak melibatkan PT MBS.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, diketahui bahwa Sahata dan Toras telah saling mengenal sejak lama. Pada tahun 2016, Sahata mengajak Toras untuk memberikan dana talangan yang akan dikembalikan beserta keuntungan melalui komisi agen. Toras menyetujui tawaran tersebut, dan kemudian mendirikan PT MBS yang disahkan pada tahun 2017. PT MBS kemudian ditetapkan sebagai agen PT Jasindo.
Akibat perbuatan tersebut, para terdakwa dianggap telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Sahata diduga mendapatkan keuntungan sebesar Rp 525,4 juta, Toras sebesar Rp 7,6 miliar, dan pihak-pihak lain seperti Ari Prabowo, Fauzi Ridwan, Yoki Triyuni, Umam Taufik, serta salah satu bank BUMN.