Satu Dekade Perjanjian Paris: Antara Harapan dan Kenyataan Peningkatan Suhu Global
Satu Dekade Perjanjian Paris: Antara Harapan dan Kenyataan
Tahun 2025 menandai 10 tahun sejak disepakatinya Perjanjian Paris, sebuah tonggak penting dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim COP21 di Paris pada tahun 2015, perjanjian ini menghimpun hampir 200 negara dalam komitmen bersama untuk membatasi pemanasan global.
Perjanjian Paris bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, dan mengupayakan pembatasan hingga 1,5 derajat Celsius. Target ambisius ini didasarkan pada konsensus ilmiah bahwa melewati ambang batas tersebut akan memicu dampak perubahan iklim yang dahsyat dan sulit dipulihkan. Untuk mencapai tujuan ini, setiap negara peserta menyusun Nationally Determined Contribution (NDC), sebuah rencana aksi iklim nasional yang merinci target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan strategi adaptasi.
Refleksi Satu Dekade
Namun, satu dekade berlalu, realitas di lapangan memberikan gambaran yang kompleks. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan bahwa tahun 2024 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan, dengan suhu rata-rata global 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer juga mencapai titik tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir, dan lautan terus mengalami pemanasan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain itu, implementasi NDC juga menghadapi tantangan. Sebagian besar negara terlambat menyerahkan janji iklim terbaru mereka (Second NDC) kepada PBB, yang seharusnya dilakukan pada 10 Februari 2025. Keterlambatan ini menjadi perhatian serius karena negara-negara tersebut secara kolektif bertanggung jawab atas sebagian besar emisi global.
Progres dan Tantangan
Di tengah tantangan tersebut, terdapat juga kemajuan yang patut dicatat. Pada KTT Iklim COP28 di Dubai, negara-negara sepakat untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada tahun 2030. COP28 juga menekankan pentingnya transisi dari bahan bakar fosil dan peningkatan efisiensi energi.
Selain itu, negara-negara maju telah menjanjikan peningkatan pendanaan iklim untuk membantu negara-negara berkembang mengatasi dampak perubahan iklim. Sejumlah negara G20 juga telah mencapai puncak emisi, sebuah langkah penting menuju netralitas karbon. Komitmen netralitas karbon juga diadopsi oleh sejumlah negara di dunia.
Langkah ke Depan
Perjanjian Paris tetap menjadi kerangka kerja penting untuk aksi iklim global. Namun, refleksi satu dekade menunjukkan bahwa diperlukan upaya yang lebih ambisius dan implementasi yang lebih cepat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Peningkatan investasi dalam energi terbarukan, pengembangan teknologi berkelanjutan, dan kerjasama internasional yang lebih erat menjadi kunci untuk mengatasi krisis iklim dan mewujudkan masa depan yang berkelanjutan.
Tantangan Implementasi
- Keterlambatan Penyerahan NDC: Banyak negara belum menyerahkan janji iklim terbaru mereka.
- Pendanaan Iklim: Negara-negara berkembang membutuhkan dukungan finansial yang lebih besar untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
- Ambisi: Target pengurangan emisi perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris.
Peluang
- Energi Terbarukan: Peningkatan investasi dalam energi terbarukan dapat mengurangi emisi GRK.
- Teknologi Berkelanjutan: Pengembangan teknologi baru dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim.
- Kerjasama Internasional: Kerjasama yang lebih erat antar negara dapat mempercepat aksi iklim.