Kasus Predator Anak di Jepara Terungkap: Puluhan Remaja Jadi Korban Eksploitasi Seksual dan Perekaman Ilegal
Aparat kepolisian Daerah Jawa Tengah berhasil membongkar kasus kejahatan seksual yang melibatkan seorang pria berusia 21 tahun sebagai pelaku utama. Kasus ini menggemparkan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, karena jumlah korban yang mencapai 21 orang, yang semuanya adalah anak di bawah umur.
Modus operandi pelaku tergolong sangat meresahkan. Ia tidak hanya melakukan tindakan pencabulan terhadap para korban, tetapi juga merekam aksi-aksi tersebut. Rekaman ini kemudian disimpan dan diduga disebarluaskan, menambah dampak traumatis bagi para korban.
"Saat ini, kasus ini sedang dalam proses penyidikan intensif oleh tim kami," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, saat memberikan keterangan di Mapolda Jateng. "Pelaku memanfaatkan media digital dalam melakukan aksinya, yang berakibat fatal bagi korban, terutama anak-anak di bawah umur. Data yang kami kumpulkan menunjukkan ada 21 anak di bawah umur yang menjadi korban."
Menurut Kombes Dwi, pelaku yang berprofesi sebagai wiraswastawan telah berhasil diamankan. Rentang usia korban berkisar antara 12 hingga 18 tahun. Pihak kepolisian berencana untuk melakukan penggeledahan di kediaman pelaku pada hari Rabu guna mengumpulkan barang bukti tambahan yang dapat memperkuat kasus ini.
"Kami melihat tindakan tersangka sebagai perilaku predator seksual yang sangat berbahaya. Pada hari Rabu, kami akan melakukan penggeledahan di tempat tinggal tersangka dan memeriksa beberapa orang yang terkait dengan kasus ini," tegas Kombes Dwi.
Saat ini, fokus utama penyidik adalah mengumpulkan alat bukti yang dapat menguatkan dugaan penyebarluasan konten asusila yang melibatkan anak-anak sebagai korban. Informasi awal yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaku menyimpan file-file rekaman tersebut dalam folder terpisah untuk setiap korban.
"Kami masih menyelidiki apakah rekaman tersebut disebarluaskan atau tidak. Yang pasti, pelaku telah memotret dan merekam aktivitas seksual dengan para korban, dan menyimpannya dalam folder masing-masing, sehingga ia mengetahui dengan pasti jumlah korbannya," jelas Kombes Dwi.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak dari ancaman kejahatan seksual, terutama di era digital. Pihak kepolisian mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan segera melaporkan segala bentuk aktivitas mencurigakan yang dapat membahayakan anak-anak.