Kejaksaan Agung Blokir Aset Hakim Heru Hanindyo Terkait Kasus TPPU
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) terus mengembangkan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo. Sebagai bagian dari proses penyidikan, Kejagung telah melakukan pemblokiran terhadap sejumlah aset yang diduga terkait dengan hasil tindak pidana tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar, mengonfirmasi penetapan Heru Hanindyo sebagai tersangka TPPU dan langkah pemblokiran aset. "Selain menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, penyidik juga telah melakukan berbagai kegiatan pemblokiran terhadap beberapa aset," ujarnya kepada awak media pada Selasa (29/4/2025).
Detail mengenai jenis dan nilai aset yang diblokir belum diungkapkan secara rinci oleh Kejagung. Harli menjelaskan bahwa penyidik masih terus melakukan penelusuran dan pemblokiran aset lainnya yang mungkin terkait dengan kasus ini. Informasi lebih lanjut akan disampaikan kepada publik setelah proses tersebut selesai.
Penetapan Heru Hanindyo sebagai tersangka TPPU merupakan tindak lanjut dari penetapan dirinya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara tewasnya Dini Sera Afrianti, di mana ia menjadi hakim anggota dalam perkara tersebut. Sebelumnya, Heru Hanindyo divonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tersebut.
Menurut keterangan Kapuspenkum Kejagung pada Senin (28/4), penetapan tersangka TPPU terhadap Heru Hanindyo telah dilakukan sejak tanggal 10 April 2025. Ia dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tindak pidana asal dalam kasus ini adalah dugaan korupsi berupa suap dan/atau gratifikasi yang terjadi dalam rentang waktu 2020 hingga 2024.
Dalam kasus suap dan gratifikasi, Heru Hanindyo dituntut hukuman 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa meyakini bahwa Heru terbukti bersalah menerima suap terkait vonis bebas terhadap Ronald Tannur. Selain hukuman penjara, Heru juga dituntut membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana badan selama 6 bulan.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Heru Hanindyo melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain Heru Hanindyo, Kejagung juga menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU. Penetapan tersangka terhadap Zarof Ricar juga dilakukan sejak 10 April 2025, berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 06 tahun 2025.
"Penyidik juga telah menetapkan ZR sebagai tersangka dalam TPPU dalam dugaan tindak pidana pencucian uang," tegas Harli kepada wartawan di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (28/4). Kasus ini menunjukkan komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi dan tindak pidana pencucian uang di semua lini, termasuk di lingkungan peradilan.