Ketimpangan Akses Pendidikan Dokter Spesialis Jadi Sorotan Menteri Kesehatan
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyoroti adanya ketidaksetaraan dalam akses pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI pada Selasa (29/4/2025), Menkes mengungkapkan keprihatinannya bahwa pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) cenderung didominasi oleh individu dari kalangan ekonomi mampu.
Menurut Menkes, salah satu penyebab utama ketidaksetaraan ini adalah beban finansial yang signifikan selama masa pendidikan. Para residen, yang merupakan sebutan bagi calon dokter spesialis, umumnya tidak menerima penghasilan selama menjalani PPDS yang berlangsung selama kurang lebih empat tahun. Situasi ini menjadi tantangan besar, terutama bagi mereka yang telah berkeluarga dan memiliki tanggungan finansial. Selain itu, biaya hidup dan biaya pendidikan selama PPDS juga tergolong tinggi, sehingga hanya mereka yang memiliki sumber daya finansial yang memadai yang mampu menanggungnya.
"Umumnya mereka sudah berkeluarga, sudah bekerja sebagai dokter, sudah ada income (pemasukan)," ujar Menkes Budi, menggambarkan profil tipikal peserta PPDS. "Kemudian kalau jadi dokter spesialis kan harus berhenti kerja, mesti ngelamar ke fakultas kedokteran, belajar selama 4 tahun tidak dapat income," imbuhnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan telah memperkenalkan sistem Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU). Sistem ini bertujuan untuk memberikan bantuan biaya hidup (BBH) kepada para residen, meskipun jumlahnya bervariasi tergantung pada tingkatan masing-masing.
Berikut adalah besaran bantuan biaya hidup yang diberikan berdasarkan tingkatan:
- Tahap 1/Awal: Rp 5 juta
- Tahap 2/Madya: Rp 7,5 juta
- Tahap 3/Mandiri: Rp 10 juta
Menkes Budi berharap bahwa inisiatif ini dapat meringankan beban finansial para residen dan membuka kesempatan bagi lebih banyak dokter dari berbagai latar belakang ekonomi untuk mengikuti pendidikan spesialis. Beliau menekankan bahwa sistem pendidikan yang inklusif dan merata sangat penting untuk memastikan ketersediaan tenaga medis spesialis yang berkualitas di seluruh pelosok Indonesia.
"Nah itu yang menyebabkan kenapa dokter spesialis biasanya anak orang kaya, kalau bukan orang kaya, dia nggak akan bisa hidup," tegas Menkes. Beliau menambahkan bahwa bantuan biaya hidup, meskipun tidak besar, diharapkan dapat membantu para residen dari luar kota untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka selama menjalani pendidikan.
Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi ketimpangan akses pendidikan dokter spesialis dan menciptakan sistem yang lebih adil dan inklusif bagi seluruh calon tenaga medis di Indonesia.