Menkes Budi Soroti Kesenjangan Akses Pendidikan Dokter Spesialis: Didominasi Kalangan Mampu?

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyoroti adanya kesenjangan sosial dalam pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Menkes Budi mengungkapkan bahwa mayoritas peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang mapan.

Menurut Menkes Budi, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, selama menjalani PPDS, yang umumnya berlangsung selama empat tahun, para residen (sebutan untuk calon dokter spesialis) tidak memperoleh penghasilan. Padahal, mereka harus memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

"Mereka itu umumnya sudah berkeluarga, sudah bekerja sebagai dokter, sudah ada income (pemasukan)," ujar Menkes Budi. "Kemudian kalau jadi dokter spesialis kan harus berhenti kerja, mesti ngelamar ke fakultas kedokteran, belajar selama 4 tahun tidak dapat income."

Kedua, biaya hidup selama PPDS juga terbilang tinggi, meliputi biaya tempat tinggal, makan, transportasi, dan kebutuhan lainnya. Kondisi ini menjadi beban berat bagi calon dokter spesialis yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah berupaya memberikan bantuan biaya hidup (BBH) melalui sistem Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU). Bantuan ini diberikan dalam tiga tingkatan, yaitu:

  • Tahap 1/awal: Rp 5 juta
  • Tahap 2/madya: Rp 7,5 juta
  • Tahap 3/mandiri: Rp 10 juta

Menkes Budi berharap, dengan adanya bantuan ini, calon dokter spesialis dari keluarga kurang mampu dapat terbantu dan memiliki kesempatan yang sama untuk meraih cita-citanya. Ia juga menekankan pentingnya pemerataan akses pendidikan dokter spesialis agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga medis spesialis di seluruh wilayah Indonesia.

"Nah itu yang menyebabkan kenapa dokter spesialis biasanya anak orang kaya, kalau bukan orang kaya, dia nggak akan bisa hidup," tegas Menkes Budi. "Itu sebabnya yang sekarang, dengan sistem pendidikan sekarang, kalau dia dari luar kota, mereka kita kasih (uang), ya enggak besar, tapi seenggaknya bisa ganjel mereka hidup."