Problem Literasi: Ratusan Siswa SMP di Buleleng Hadapi Kendala Membaca, Ini Respons Kemendikdasmen
Fenomena Rendahnya Literasi di Kalangan Siswa SMP Buleleng
Kabar mengejutkan datang dari Kabupaten Buleleng, Bali, di mana ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dilaporkan mengalami kesulitan membaca. Data ini menjadi sorotan tajam, mengingat kemampuan membaca seharusnya sudah menjadi fondasi yang kuat bagi siswa di jenjang pendidikan ini. Persoalan ini mencuatkan kembali isu terkait kualitas pendidikan dan efektivitas sistem pembelajaran yang diterapkan.
I Made Sedana, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, mengungkapkan bahwa berdasarkan data dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Buleleng, terdapat sekitar 400 siswa SMP yang masih kesulitan membaca. Jumlah ini tersebar di 60 SMP di seluruh kabupaten. Sedana mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini:
- Kebijakan Kenaikan Kelas Otomatis: Kebijakan ini, yang bertujuan untuk memastikan semua siswa naik kelas, ternyata berpotensi mengabaikan penguasaan kompetensi dasar siswa. Akibatnya, siswa yang belum mahir membaca tetap dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga beban belajar menumpuk di jenjang SMP.
- Disleksia yang Tidak Terdeteksi: Disleksia, gangguan belajar yang memengaruhi kemampuan membaca, menulis, dan mengeja, menjadi faktor signifikan. Kurangnya deteksi dini dan penanganan yang tepat pada siswa dengan disleksia memperparah kesulitan mereka dalam membaca.
- Implementasi Pembelajaran yang Belum Optimal: Pembelajaran berdiferensiasi, yang seharusnya mengakomodasi kebutuhan belajar individual siswa, belum sepenuhnya diterapkan secara efektif. Guru mungkin menghadapi kendala dalam memberikan perhatian yang cukup kepada siswa dengan kemampuan belajar yang berbeda-beda.
- Kurangnya Keterlibatan Tripusat Pendidikan: Sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mendukung pendidikan anak masih belum optimal. Peran orang tua dalam memotivasi dan membimbing anak belajar di rumah sangat penting, namun seringkali terabaikan.
Respons Kementerian Pendidikan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengakui adanya permasalahan ini. Setelah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Buleleng, ditemukan bahwa sebagian siswa mengalami disleksia atau kebutuhan khusus lainnya. Selain itu, faktor keluarga juga berperan, di mana siswa dari keluarga kurang mampu kurang mendapatkan perhatian yang memadai untuk belajar di rumah. Mu'ti menekankan bahwa Kemendikdasmen akan memberikan pendampingan intensif kepada siswa yang mengalami kesulitan membaca.
Kemampuan Literasi Siswa Indonesia: Tantangan yang Lebih Besar
Kasus di Buleleng ini menjadi cerminan dari tantangan yang lebih besar terkait kemampuan literasi siswa di Indonesia. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa usia 15 tahun di Indonesia memiliki kemampuan membaca di bawah standar yang diharapkan. Mereka mampu membaca teks, tetapi kesulitan memahami gagasan utama dan implikasi yang terkandung di dalamnya. Kondisi ini menuntut perhatian serius dan upaya berkelanjutan dari semua pihak terkait.
Untuk mengatasi tantangan ini, Kemendikdasmen telah menyelenggarakan Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) Tahun 2025. Kegiatan ini menjadi wadah bagi pemerintah pusat, daerah, mitra pendidikan, dan komunitas masyarakat untuk berkolaborasi dalam mencari solusi dan memperkuat sistem pendidikan nasional. Diharapkan, melalui Konsolnas Dikdasmen, berbagai inovasi dan strategi pembelajaran dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa di seluruh Indonesia.