Koruptor Timah Suparta Meninggal Dunia, Proses Hukum Perdata Dilanjutkan ke Ahli Waris
Meninggalnya Suparta, terdakwa kasus korupsi tata niaga timah, membawa implikasi terhadap proses hukum yang tengah berjalan. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menyatakan bahwa gugatan perdata yang sebelumnya ditujukan kepada Suparta akan dialihkan kepada ahli warisnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar, menjelaskan bahwa tuntutan pidana terhadap Suparta secara otomatis gugur berdasarkan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengatur bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia. Meskipun demikian, gugatan perdata terkait kerugian negara yang diduga dilakukan oleh Suparta tetap akan dilanjutkan.
"Gugatan perdata akan diarahkan kepada ahli waris yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Harli di Jakarta, pada Selasa (29/4/2025). Ia menambahkan bahwa tim penuntut umum akan mengkaji lebih lanjut proses pengalihan gugatan perdata ini, termasuk sikap dan langkah yang akan diambil.
Suparta, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), adalah salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Ia didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas dana tersebut.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebelumnya telah menjatuhkan vonis hukuman 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 4,57 triliun subsider 6 tahun penjara kepada Suparta. Vonis ini kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 19 tahun penjara setelah adanya banding dari pihak penuntut umum dan terdakwa.
Mengacu pada Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur mengenai situasi terdakwa yang meninggal dunia, Harli menjelaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menyerahkan berita acara persidangan kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN). JPN kemudian akan melanjutkan proses gugatan perdata untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatan Suparta.
"Penuntut umum akan melakukan analisis mendalam terkait status yang bersangkutan dan upaya pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku," tegas Harli.
Sebelumnya, Suparta dikabarkan meninggal dunia saat menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor. Meninggalnya Suparta ini tentu membawa perubahan signifikan dalam proses hukum kasus korupsi timah yang melibatkan dirinya, khususnya terkait dengan gugatan perdata yang akan dialihkan kepada ahli warisnya. Proses ini akan menjadi perhatian publik karena menyangkut upaya pengembalian kerugian negara yang jumlahnya sangat besar.
Poin-poin penting dalam berita ini:
- Meninggalnya Suparta, terdakwa kasus korupsi timah, menyebabkan gugurnya tuntutan pidana.
- Gugatan perdata terkait kerugian negara dilanjutkan kepada ahli waris Suparta.
- Kejaksaan Agung akan mengkaji proses pengalihan gugatan perdata.
- Suparta didakwa menerima aliran dana Rp 4,57 triliun dan melakukan TPPU.
- Vonis hukuman Suparta sempat diperberat menjadi 19 tahun penjara.
- Jaksa Pengacara Negara akan melanjutkan gugatan perdata untuk memulihkan kerugian negara.