Gubernur Jawa Barat Bersikukuh Melarang Wisuda Sekolah Demi Hindari Jeratan Rentenir
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menegaskan posisinya untuk tetap melarang penyelenggaraan wisuda di tingkat sekolah dasar dan menengah di seluruh wilayah Jawa Barat. Penegasan ini disampaikan di tengah diskusi publik mengenai boleh tidaknya wisuda sekolah, yang bahkan telah ditanggapi oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti.
Dedi Mulyadi, saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa (29/4/2025), menyampaikan bahwa keputusannya ini didasari oleh tanggung jawabnya sebagai gubernur untuk melindungi kesejahteraan rakyat Jawa Barat. Ia menyoroti dampak ekonomi yang mungkin timbul akibat penyelenggaraan wisuda yang membebani orang tua siswa.
"Saya tidak akan mendengar siapa pun. Yang penting saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat Jabar," tegas Dedi.
Menurutnya, wisuda sekolah seringkali menjadi beban finansial bagi sebagian orang tua, terutama mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dedi Mulyadi mengungkapkan pengalamannya berinteraksi langsung dengan masyarakat setiap hari, di mana ia sering mendengar keluhan orang tua yang terpaksa berutang demi memenuhi permintaan anak mereka untuk ikut wisuda.
"Anaknya nangis. Anaknya ngambek. Anaknya merasa di lingkungannya menjadi terpinggirkan. Sehingga orang tuanya terbebani. Akibat orang tuanya terbebani pinjam Bank Emok. Pinjam bank keliling. Pinjam pinjol. Angka kemiskinan di Jawa Barat akan semakin meningkat," jelasnya.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa fenomena rentenir telah merajalela di kalangan masyarakat Jawa Barat, dengan banyak keluarga yang terjerat utang untuk membiayai keperluan sekolah anak-anak mereka, termasuk wisuda, study tour, dan kegiatan sekolah lainnya. Kondisi ini, menurutnya, tidak akan dipahami oleh mereka yang hanya melihat permasalahan dari perspektif Jakarta.
"Orang Jawa Barat itu per RT sudah ada kumpulan 10 orang. Itu pengeluaran rentenir. Dan rata-rata dipakai biaya sekolah, study tour, outing kelas, kredit motor. Gitu loh. Jadi bagi mereka yang hanya melihat di Jakarta, itu tidak akan pernah tahu kehidupan masyarakat yang real," sambungnya.
Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan bahwa wisuda sekolah diperbolehkan asalkan tidak memberatkan orang tua siswa dan disetujui oleh mereka. Ia menekankan pentingnya menghindari pemaksaan dan penyelenggaraan wisuda yang berlebihan.
"Kalau menurut saya begini, sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orang tua dan murid, ya masa sih tidak boleh gitu kan. Yang penting wisuda itu jangan berlebih-lebihan dan juga jangan dipaksakan,” kata Abdul Mu’ti usai pembukaan Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Dikdasmen 2025 di Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kota Depok, Jawa Barat, dilansir ANTARA, Selasa (29/4/2025).
Abdul Mu'ti menambahkan bahwa wisuda dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur atas keberhasilan siswa menyelesaikan pendidikan, serta mempererat silaturahmi antara orang tua, siswa, dan pihak sekolah. Namun, ia juga menyadari bahwa tidak semua orang tua dapat hadir dalam acara wisuda.
Dengan demikian, perbedaan pandangan antara Gubernur Dedi Mulyadi dan Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengenai wisuda sekolah menunjukkan kompleksitas permasalahan yang ada. Dedi Mulyadi berfokus pada potensi dampak negatif ekonomi bagi keluarga kurang mampu, sementara Abdul Mu'ti menekankan aspek positif wisuda sebagai bentuk apresiasi dan ajang silaturahmi, asalkan tidak memberatkan orang tua.