Polemik Impor Pangan: Respons Pemerintah terhadap Sorotan Amerika Serikat
Pemerintah Indonesia memberikan tanggapan atas sorotan yang dilayangkan oleh Amerika Serikat terkait kebijakan impor pangan di Tanah Air. Sorotan ini muncul dalam laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dikeluarkan oleh United States Trade Representative (USTR). Laporan tersebut menyoroti peran Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam proses pembahasan impor komoditas pangan di Indonesia.
Salah satu poin yang menjadi perhatian AS adalah pembatasan impor beras oleh Perum Bulog, terutama selama musim panen raya. Laporan itu juga menyinggung regulasi yang membatasi perusahaan swasta untuk mengimpor jenis beras tertentu, seperti beras pecah 100% dan beras khusus (basmati) yang ditujukan untuk ritel dan layanan makanan.
Menanggapi hal ini, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan yang jelas untuk memprioritaskan kepentingan petani dan ketahanan pangan nasional. Pemerintah Indonesia tidak ingin bergantung sepenuhnya pada impor dan berupaya untuk melindungi petani lokal.
Arief Prasetyo Adi menyatakan, Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri. Pemerintah berupaya untuk menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan pangan nasional dan perlindungan terhadap petani lokal agar mereka tetap sejahtera dan produktif. Ia menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto sangat mendukung upaya peningkatan produksi pangan dalam negeri.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan pentingnya Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas pangan di dalam negeri. Keberadaan CPP ini terbukti efektif dalam menghadapi fluktuasi harga beras. Arief mencontohkan, saat negara-negara tetangga mengalami kenaikan harga beras, Indonesia memiliki stok yang cukup, yaitu 3,1 juta ton, dan petani lokal mendapatkan harga gabah yang wajar, yaitu Rp 6.500/kg.
Bapanas juga menyoroti sorotan AS terhadap regulasi impor jagung untuk pakan ternak. Laporan USTR menyebutkan bahwa volume impor jagung ditentukan berdasarkan tingkat produksi pakan ternak dalam negeri dan tunduk pada kebijakan neraca komoditas. Selain itu, penggilingan pakan ternak selain petani skala kecil yang menerima jagung dari Bulog diwajibkan menggunakan jagung pakan ternak produksi dalam negeri.
Laporan tersebut juga menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) No. 125/2022 yang menunjuk Bulog sebagai satu-satunya importir beras, jagung pakan, dan kedelai untuk keperluan cadangan pangan pemerintah. Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan No. 57/2017 dan No. 7/2020, serta Peraturan Bapanas No. 5/2022 menetapkan harga referensi tingkat petani dan konsumen untuk berbagai komoditas pangan, seperti jagung, kedelai, gula, bawang merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan minyak goreng.
Menurut peraturan ini, Bulog dan badan usaha milik negara lainnya dapat melakukan intervensi pasar ketika harga komoditas pangan berada di atas atau di bawah target ambang batas. Pada tahun 2024, Bapanas menugaskan Bulog untuk mengimpor 750.000 metrik ton (MT) jagung pakan, di mana 252.000 MT telah tiba pada bulan Agustus 2024. Bapanas juga menugaskan Bulog untuk mengimpor kedelai untuk cadangan kedelai pemerintah tahun 2024.