Sengketa Lahan di Jogja: Bibit Rustamto Angkat Bicara Terkait Kasus Mbah Tupon
Sengketa Lahan di Jogja: Bibit Rustamto Angkat Bicara Terkait Kasus Mbah Tupon
Kasus sengketa lahan yang melibatkan seorang warga bernama Mbah Tupon (68) memasuki babak baru. Mbah Tupon terancam kehilangan tanahnya akibat sertifikat yang diduga dialihkan namanya dan dijaminkan ke bank. Bibit Rustamto, atau yang akrab disapa BR, yang turut dilaporkan dalam kasus ini, akhirnya memberikan klarifikasi terkait peristiwa tersebut.
Bibit menjelaskan bahwa dirinya adalah pembeli sebagian tanah milik Mbah Tupon. Menurut keterangannya, pada tahun 2021, Mbah Tupon memiliki niat untuk mewakafkan sebagian tanahnya untuk kepentingan warga RT. Rencana ini kemudian berkembang menjadi pemecahan sertifikat tanah, dengan tujuan sebagian tanah diwakafkan, sebagian diberikan kepada anak-anak Mbah Tupon, dan sebagian lagi dijual untuk menutupi biaya proses pemecahan sertifikat.
"Kemudian terjadi komunikasi dengan saya, meminta saya untuk membeli sebagian tanahnya. Dana dari penjualan ini rencananya akan digunakan untuk biaya proses pemecahan sertifikat dan membangun rumah bagi anak Mbah Tupon, Heri Setiawan," ujar Bibit dalam keterangan tertulisnya.
Proses pemecahan sertifikat tahap pertama kemudian dilakukan melalui notaris yang dipilih oleh keluarga Mbah Tupon. Namun, karena adanya pembatasan jumlah bidang yang dapat dipecah oleh perorangan, pemecahan sertifikat tahap pertama hanya menghasilkan tiga bidang.
"Dalam perjalanannya, proses pemecahan tanah tahap pertama memakan waktu yang cukup lama, sehingga keluarga Mbah Tupon meminta bantuan saya untuk mempercepat prosesnya," imbuhnya.
Pada tahun 2023, proses pemecahan sertifikat tahap pertama akhirnya selesai. Namun, notaris yang sebelumnya menangani proses tersebut menyatakan tidak bersedia melanjutkan proses pemecahan sertifikat berikutnya karena lamanya waktu yang dibutuhkan.
"Keluarga Mbah Tupon kemudian bertanya apakah saya dapat membantu mencari notaris lain yang bersedia membantu proses pemecahan sertifikat lebih lanjut," kata Bibit.
Dalam kesempatan lain, Bibit bertemu dengan Triono, yang juga dilaporkan dalam kasus ini, di rumahnya untuk membahas keperluan lain. Dalam pertemuan tersebut, Bibit menyinggung perihal kasus Mbah Tupon yang membutuhkan bantuan notaris untuk mengurus pemecahan sertifikat.
"Sehari kemudian, saya mengundang Mbah Tupon untuk menanyakan apakah beliau masih ingin melanjutkan proses pemecahan sertifikat. Mbah Tupon menjawab iya, dan berencana untuk memecah sertifikat menjadi empat bidang, dengan pembagian tiga bidang untuk tiga anaknya dan satu bidang untuk dirinya sendiri. Saya kemudian menyampaikan bahwa ada Triono yang bersedia membantu proses tersebut," jelasnya.
Sehari setelah pertemuan tersebut, Mbah Tupon mengantarkan sertifikat tanahnya ke rumah Bibit sebagai tindak lanjut proses pemecahan sertifikat.
"Setelah menerima sertifikat dari Mbah Tupon, saya mengundang Triono ke rumah saya dan menyerahkan sertifikat tersebut kepadanya untuk diproses lebih lanjut. Saya juga meminta Triono untuk berkomunikasi langsung dengan Mbah Tupon jika membutuhkan dokumen tambahan," ujarnya.
Setelah penyerahan sertifikat tersebut, Bibit mengaku tidak lagi menjadi perantara antara Mbah Tupon dan Triono, karena keduanya telah berkomunikasi secara langsung terkait pengurusan pemecahan sertifikat. Namun, untuk pembiayaan, Triono diminta untuk langsung menghubungi Bibit karena dana untuk keperluan proses pemecahan sertifikat telah disiapkan.
Bibit juga mengaku terus memantau perkembangan proses pemecahan sertifikat dengan menanyakan langsung kepada Mbah Tupon dan Triono. Suatu hari, Mbah Tupon mengeluhkan bahwa Triono meminta uang sebesar Rp 5 juta. Bibit kemudian menegaskan kepada Mbah Tupon bahwa seharusnya beliau tidak perlu memberikan uang karena dana untuk proses pemecahan sertifikat sudah tersedia. Namun, Mbah Tupon mengaku telah memberikan uang tersebut kepada Triono karena alasan mendesak.
Bibit kemudian mengkonfirmasi hal tersebut kepada Triono, yang mengakui telah meminta uang kepada Mbah Tupon. Dalam proses pemecahan sertifikat, Triono kemudian meminta bantuan orang lain bernama Triono (Triono 2) untuk membantu proses tersebut.
Menurut keterangan Triono 1, penandatanganan berkas untuk pemecahan sertifikat dilakukan di rumah Mbah Tupon, tanpa sepengetahuan Bibit. Penandatanganan tersebut dihadiri oleh Mbah Tupon dan istrinya, Triono 1, dan Triono 2.
Seiring berjalannya waktu, anak Mbah Tupon, Heri Setiawan, mengabarkan bahwa ada pihak yang mengaku dari Bank PNM akan melelang tanah Mbah Tupon. Bibit kemudian mengundang Triono 1, Mbah Tupon, dan Heri Setiawan ke rumahnya untuk membahas masalah tersebut. Setelah berdiskusi, Bibit menyarankan Triono 1 dan Heri Setiawan untuk melaporkan hal tersebut ke Polda DIY.
Kemudian, Mbah Tupon didatangi oleh pihak yang mengaku dari Bank PNM, yang memberitahukan bahwa tanahnya telah beralih nama menjadi milik orang lain dan digunakan sebagai jaminan di Bank PNM, bahkan akan dilakukan lelang kedua.
Menerima informasi tersebut, Mbah Tupon, istrinya, anaknya, dan beberapa kerabatnya datang ke rumah Bibit untuk berdiskusi dan mencari solusi terbaik. Karena Mbah Tupon merasa tidak pernah mengalihkan atau menjual tanahnya kepada orang lain.
Selanjutnya, diadakan mediasi di kelurahan pada tanggal 14 April 2025 untuk mencegah kesalahpahaman antara Bibit dan keluarga Mbah Tupon. Dalam pertemuan tersebut, Bibit menyarankan untuk kembali melaporkan masalah tersebut ke Polda DIY.
Dari hasil mediasi, disepakati untuk melaporkan tiga orang ke polisi, yaitu Triono 2, notaris Anhar Rusli, dan Indah Fatmawati. Hal ini didasarkan pada keterangan bahwa Triono 2 adalah orang terakhir yang memegang sertifikat atas nama Mbah Tupon hingga beralih nama. Sementara itu, Anhar Rusli adalah notaris yang dipilih oleh Triono 2 untuk proses pemecahan sertifikat. Indah Fatmawati adalah nama yang tercantum pada sertifikat tanah Mbah Tupon.
Karena kondisi Mbah Tupon yang buta huruf dan pendengarannya berkurang, laporan di Polda DIY dilakukan oleh anaknya, Heri Setiawan. Namun, dalam proses pelaporan tersebut, Bibit Rustamto juga ikut dilaporkan sebagai terlapor.
Pihak-pihak yang dilaporkan adalah Triono (1), Triono (2), notaris Anhar Rusli, Indah Fatmawati, dan Bibit Rustamto, yang dianggap sebagai pihak pertama yang menerima sertifikat dari Mbah Tupon.
Bibit menegaskan bahwa sejak menyerahkan sertifikat kepada Triono pada tahun 2023, ia telah mempercayakan sepenuhnya kepada Triono 1, yang juga berkomunikasi langsung dengan Mbah Tupon. Sehingga, ia tidak terlibat dalam proses selanjutnya.
Meski tidak terlibat langsung dalam komunikasi pemecahan sertifikat antara Mbah Tupon dan Triono 1, Bibit mengaku tetap memantau progresnya. Ia mengatakan bahwa Triono 1 selalu menjawab bahwa proses pemecahan sertifikat sedang berjalan, dan bahkan pada komunikasi langsung sekitar Februari 2025, Triono 1 menjanjikan bahwa pemecahan sertifikat Mbah Tupon akan selesai pada akhir Maret 2025.