Status Karyawan Tetap Ojol: Aplikator Khawatirkan Dampak pada Fleksibilitas dan Peluang Kerja
Wacana perubahan status pengemudi ojek online (ojol) menjadi karyawan tetap menuai tanggapan dari berbagai pihak. Perusahaan aplikasi transportasi daring seperti Grab Indonesia dan Maxim Indonesia menyatakan kekhawatirannya terkait potensi hilangnya fleksibilitas yang selama ini menjadi daya tarik utama bagi para pengemudi.
Maxim Indonesia melalui PR Specialist, Yuan Ifdal Khoir, berpendapat bahwa sistem kerja formal justru berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pengemudi. Ia menjelaskan bahwa status karyawan akan menghilangkan keluwesan yang selama ini dinikmati pengemudi, di mana mereka bebas menentukan jam kerja dan target pendapatan. Yuan menambahkan, untuk menjadi karyawan tetap, pengemudi harus memenuhi berbagai persyaratan yang mungkin sulit dipenuhi, dan bahkan berpotensi mengurangi penghasilan mereka.
Senada dengan Maxim, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menyampaikan bahwa perubahan status menjadi pekerja tetap akan mengikat mitra pengemudi pada ketentuan-ketentuan yang lebih ketat, seperti jam kerja yang ditetapkan, batasan usia, dan target kinerja yang harus dicapai. Tirza juga menyoroti potensi pembatasan jumlah mitra yang dapat bergabung, yang diperkirakan hanya sekitar 10-20 persen dari jumlah mitra terdaftar saat ini. Hal ini, menurutnya, akan mengurangi kesempatan bagi masyarakat luas untuk meningkatkan taraf hidup melalui platform digital.
Tirza menekankan bahwa hilangnya fleksibilitas ini akan berdampak signifikan pada akses kerja masyarakat, terutama bagi mereka yang mengandalkan penghasilan tambahan secara mandiri melalui platform digital. Grab Indonesia dan Maxim Indonesia sepakat bahwa model kemitraan saat ini merupakan pendekatan yang paling sesuai dengan karakteristik pekerjaan pengemudi ojol.
Model kemitraan dinilai memberikan kebebasan dan fleksibilitas yang dihargai oleh para pengemudi. Dengan sistem ini, pengemudi dapat mengatur sendiri waktu kerja, memilih order yang sesuai, dan menentukan target pendapatan mereka. Perubahan status menjadi karyawan tetap dikhawatirkan akan menghilangkan keunggulan-keunggulan ini.
Di sisi lain, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) melalui ketuanya, Lily Pujiati, berpendapat bahwa pengemudi ojol, taksi online, dan kurir seharusnya diakui sebagai pekerja tetap. Lily mendasarkan argumennya pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa hubungan kerja terjadi jika terdapat unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Lily berpendapat bahwa hubungan antara perusahaan platform dan pengemudi ojol memenuhi ketiga unsur tersebut. Aplikasi menetapkan jenis pekerjaan dan upah dari setiap orderan, sehingga hubungan yang terjadi seharusnya diakui secara hukum sebagai hubungan antara pekerja dan pemberi kerja. SPAI berpandangan bahwa pengakuan status karyawan tetap akan memberikan perlindungan hukum dan jaminan sosial yang lebih baik bagi para pengemudi.
Wacana perubahan status pengemudi ojol ini masih menjadi perdebatan yang kompleks, melibatkan berbagai aspek seperti fleksibilitas kerja, peluang pendapatan, perlindungan hukum, dan karakteristik unik dari industri transportasi daring. Belum ada solusi tunggal yang disepakati oleh semua pihak, dan diskusi mengenai model kerja yang paling sesuai bagi pengemudi ojol masih terus berlanjut.