Hakim Heru Hanindyo Sanggah Tuduhan Suap dalam Kasus Ronald Tannur

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, dengan tegas membantah tuduhan penerimaan suap yang dikaitkan dengan pembebasan Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan. Bantahan ini disampaikan dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Dalam pembelaannya, Hakim Heru mengakui mengenal Lisa Rachmat, seorang pengacara yang mewakili Ronald Tannur. Namun, ia menekankan bahwa perkenalan tersebut sama sekali tidak mengimplikasikan adanya transaksi suap. "Justru, fakta persidangan menunjukkan bahwa saya telah mengingatkan Lisa Rachmat untuk tidak memberikan apapun kepada kami, karena ini adalah perkara nyawa. Kami akan memutus berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan," ujarnya.

Hakim Heru juga membantah klaim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai penerimaan uang sebesar Rp 1 miliar dan 120.000 dollar Singapura di area parkir PN Surabaya. Ia menjelaskan bahwa area parkir tersebut berada di bawah pengawasan ketat petugas keamanan. Prosedurnya, kunci mobil hakim diserahkan kepada petugas keamanan yang kemudian bertanggung jawab memarkirkan kendaraan dan menyimpannya hingga hakim hendak pulang.

"Jika sejumlah uang yang dituduhkan itu dilemparkan ke dalam mobil saya di area parkir, hal itu sangat tidak mungkin terjadi," tegasnya. Hakim Heru menambahkan bahwa area parkir PN Surabaya tidak dapat diakses oleh publik umum dan dilengkapi dengan kamera pengawas CCTV yang beroperasi selama 24 jam.

Lebih lanjut, Hakim Heru menyatakan bahwa jumlah uang yang dituduhkan kepadanya, yaitu Rp 1 miliar dan 120.000 dollar Singapura, adalah jumlah yang sangat besar baginya. Ia merasa tidak mungkin dapat membawa uang sebanyak itu dengan mudah.

Dalam kasus ini, Hakim Heru dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta, dengan subsider kurungan selama 6 bulan. Jaksa meyakini bahwa Hakim Heru terbukti menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur, serta gratifikasi senilai ratusan juta rupiah. Sikap Hakim Heru yang dinilai tidak kooperatif dan tidak merasa bersalah juga menjadi pertimbangan yang memberatkan dalam tuntutan yang diajukan.