Penolakan Bar di Hotel Kartika One: Warga Kampung Sawah Tempuh Jalur Damai, Aksi Unjuk Rasa Jadi Opsi Terakhir
Warga Kampung Sawah, Jakarta, masih terus menyuarakan penolakan terhadap rencana pembukaan bar di Hotel Kartika One. Meski keresahan telah lama dirasakan sejak kabar pembukaan bar tersebut beredar hampir sebulan lalu, warga memilih untuk menahan diri dan mengedepankan cara-cara yang lebih konstruktif.
Saat ditemui di Sekretariat RW 02 Srengseng Sawah, Sekretaris RW setempat, Ibnu Chotib, menegaskan bahwa aksi demonstrasi akan menjadi pilihan terakhir jika upaya dialog dan mediasi menemui jalan buntu. "Aksi turun ke lapangan itu jadi opsi terakhir. Kalau mereka tetap memaksakan diri, kami akan lepas tangan, biar warga yang bergerak," ujarnya, menggambarkan potensi eskalasi jika aspirasi warga tidak diindahkan.
Meskipun emosi warga cukup tinggi, para tokoh masyarakat setempat terus berupaya menjaga situasi tetap kondusif. Strategi yang diambil adalah dengan menempuh jalur komunikasi dan diplomasi. Chotib menjelaskan bahwa melakukan aksi protes sebelum bar beroperasi dianggap kurang tepat. "Mereka belum beraktivitas, belum jualan. Kalau kami demo sekarang, salah kami. Belum ada kegiatan, tapi sudah diprotes," katanya, menekankan pentingnya dasar yang kuat sebelum melakukan tindakan yang lebih tegas.
Sebagai alternatif, pimpinan warga telah mengirimkan surat rekomendasi peninjauan ulang izin usaha bar yang bernama Helen's Night Mart kepada berbagai pihak. Surat tersebut ditujukan kepada instansi pemerintah seperti Pemerintah Provinsi dan Kota Jakarta, serta DPRD. Selain itu, organisasi keagamaan seperti PBNU, Muhammadiyah, dan MUI juga turut menerima surat serupa.
"Kami berharap mereka meninjau kembali izin usaha bar tersebut. Hanya mereka yang punya wewenang mencabut izin. Kami hanya bisa mendesak agar dilakukan pemeriksaan," tegas Chotib, menyoroti keterbatasan wewenang warga dalam proses perizinan. Penolakan warga didasari oleh beberapa faktor utama. Lokasi bar yang berdekatan dengan kawasan pendidikan dan rumah ibadah dinilai tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat. Keberadaan bar dikhawatirkan akan mengganggu ketenangan dan kesucian lingkungan sekitar.
Wakil Ketua RW 02 Srengseng Sawah, Ahmad Fauzi, mempertanyakan proses pemberian izin yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta. Ia menyayangkan bahwa izin tersebut diterbitkan tanpa melakukan survei lapangan terlebih dahulu. "Kami mempertanyakan urgensi pemberian izin tanpa mempertimbangkan kondisi masyarakat, lingkungan pendidikan, serta nilai-nilai agama. Ini seolah memicu kegaduhan," ungkap Fauzi, menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dan budaya dalam setiap kebijakan.
Kekhawatiran lain yang mencuat adalah potensi perubahan lingkungan menjadi pusat penjualan minuman keras jika bar tersebut tetap diizinkan beroperasi. "Kalau dibiarkan, nanti wilayah lain ikut-ikutan. Mereka bisa berpikir, ‘kalau di sini boleh jual minuman, berarti kita juga boleh.’ Itu yang kami khawatirkan," jelas Chotib, menggarisbawahi potensi efek domino yang bisa terjadi jika preseden buruk dibiarkan.
Sebelumnya, warga telah memasang spanduk penolakan beberapa hari setelah Lebaran sebagai bentuk protes terhadap rencana pembukaan bar pada 25 April. Namun, sebagian besar spanduk tersebut telah dicopot oleh pihak pengelola, menyisakan hanya satu spanduk yang masih terpasang di gapura masuk Kampung Sawah.
Saat ini, bar di dalam Hotel Kartika One masih belum beroperasi. Pihak pengelola dikabarkan telah mengajukan permohonan audiensi lanjutan dengan warga, menunjukkan adanya upaya untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Berikut adalah poin-poin penting dalam berita ini:
- Warga Kampung Sawah menolak pembukaan bar di Hotel Kartika One.
- Aksi demonstrasi menjadi opsi terakhir.
- Warga menempuh jalur diplomasi dan mediasi.
- Surat rekomendasi peninjauan ulang izin usaha telah dikirimkan ke berbagai pihak.
- Penolakan didasari lokasi bar yang dekat dengan kawasan pendidikan dan rumah ibadah.
- Warga khawatir akan potensi perubahan lingkungan menjadi pusat penjualan minuman keras.
- Pihak pengelola mengajukan permohonan audiensi lanjutan dengan warga.