Riau Ditetapkan Darurat Karhutla, BNPB Prioritaskan Penanganan di Enam Provinsi

markdown Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan enam provinsi sebagai prioritas utama dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dengan Provinsi Riau secara khusus dinyatakan dalam status darurat karhutla. Keputusan ini diambil menyusul meningkatnya risiko dan dampak karhutla di wilayah tersebut.

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan langsung informasi ini di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, pada Selasa (29/4/2025). Selain Riau, provinsi lain yang menjadi fokus penanganan karhutla adalah Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Kalimantan Timur mendapatkan perhatian khusus dalam penanganan ini. Penetapan status darurat di Riau dan prioritas penanganan di provinsi-provinsi lain ini didasarkan pada analisis risiko dan potensi dampak karhutla yang signifikan.

"Yang menjadi prioritas penanganan karhutla adalah untuk di Sumatera, ada Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Kemudian Kalimantan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang penanganan secara khusus adalah Kalimantan Timur," ujar Suharyanto.

Sementara Riau bergulat dengan karhutla, beberapa provinsi lain masih berjuang melawan bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Situasi ini menuntut alokasi sumber daya dan perhatian yang cermat untuk memastikan penanganan yang efektif terhadap berbagai jenis bencana.

Pemerintah pusat telah memberikan bantuan berupa 23 peralatan khusus untuk mendukung upaya penanggulangan karhutla di Riau. Bantuan ini diserahkan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah, dengan tujuan untuk memastikan bahwa sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.

"Kemudian untuk perlengkapan di Riau, tadi ada 23 jenis barang yang sudah diserahkan Bapak Menko. Untuk prioritasnya nanti diserahkan ke Bapak Gubernur. Kira-kira Kabupaten atau kota mana yang perlu diberikan bantuan yang lebih," sambungnya.

Menko Polhukam, Budi Gunawan, yang juga hadir dalam acara tersebut, menegaskan bahwa penetapan status darurat karhutla di Riau didasarkan pada fakta di lapangan, di mana telah terjadi kebakaran hutan dan lahan seluas 81 hektare dengan 144 titik api yang terdeteksi.

"Khusus di Provinsi Riau dinyatakan sebagai wilayah darurat karhutla. Karena sampai saat ini sudah ada 81 hektare lahan dan hutan yang terbakar. Ada 144 titik api yang terdeteksi secara fakta di lapangan terjadi karhutla," jelas Budi Gunawan.

Guna mengatasi situasi darurat ini, pemerintah berencana melakukan modifikasi cuaca mulai 1 Mei 2025. Upaya ini diharapkan dapat membantu meminimalkan risiko karhutla dan melindungi wilayah Riau dari dampak yang lebih buruk.

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyoroti bahwa data menunjukkan penurunan angka karhutla secara nasional dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, ia menekankan pentingnya kewaspadaan dan upaya berkelanjutan untuk mencegah dan menanggulangi karhutla.

"Jadi angka statistik misalkan pada tahun 2024 yang lalu dibandingkan dengan 2023 angka kebakaran hutan dan lahan turun dari 1,1 juta menjadi 370 ribuan," ujar Raja Juli.

Apel Kesiapsiagaan Penanganan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Lanud Roesmin Nurjadin menjadi momentum penting untuk memperkuat koordinasi dan sinergi antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, Polri, dan masyarakat. Kehadiran para pejabat tinggi negara dalam apel tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam menangani bencana karhutla secara serius dan terpadu.

Kegiatan ini dihadiri Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Wamenko Polkam Loedwijk Freidrick Paulu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan dan Gubernur Riau Abdul Wahid.