TII Pertanyakan Transparansi KPU dalam Pengadaan Jet Pribadi untuk Pemilu 2024

Transparency International Indonesia (TII) menyoroti kurangnya transparansi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pengadaan sewa jet pribadi selama penyelenggaraan Pemilu 2024. TII mempertanyakan urgensi dan alasan di balik pengadaan tersebut, terutama di tengah anggaran pemilu yang sangat besar.

Agus Sarwono, peneliti TII, menyatakan kecurigaannya terkait pengadaan jet pribadi yang terkesan mendadak di tengah tahapan pemilu. Kecurigaan ini diperkuat oleh temuan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK tahun 2024 yang mengindikasikan adanya praktik suap dan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di berbagai instansi pemerintah.

Anggaran Pemilu yang Fantastis dan Kurangnya Informasi

Menurut Agus, dua poin utama menjadi sorotan dalam pengadaan jet pribadi ini. Pertama, anggaran Pemilu 2024 yang mencapai Rp 71 triliun membuka potensi praktik korupsi, khususnya dalam sektor pengadaan. Kedua, KPU dinilai kurang memberikan informasi yang memadai kepada publik terkait pengadaan jet pribadi tersebut. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, KPU terkesan menyembunyikan informasi penting terkait proses pengadaan.

Perencanaan Pengadaan yang Dipertanyakan

TII mempertanyakan mengapa KPU tidak secara spesifik menyebutkan jenis kendaraan yang akan disewa dalam proses pengadaan. Dengan anggaran sewa yang besar, seharusnya KPU sudah memiliki gambaran jelas mengenai jenis kendaraan yang dibutuhkan sejak awal. Hal ini menimbulkan dugaan adanya masalah dalam perencanaan pengadaan yang dilakukan oleh KPU.

Pengumuman RUP yang Terlambat

Selain itu, TII menyoroti pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) sewa dukungan kendaraan logistik yang dilakukan pada November 2024, jauh setelah pekerjaan selesai dilaksanakan pada Januari-Februari 2024. TII menilai pengumuman RUP tersebut hanya sebagai formalitas untuk menutupi masalah yang ada.

Berdasarkan informasi yang diperoleh TII dari laman resmi KPU, proses pengiriman logistik ke ibu kota kabupaten/kota berakhir pada 16 Januari 2024, dan pengiriman dari kabupaten/kota ke TPS berlangsung pada 17 Januari–13 Februari 2024. Namun, terdapat informasi yang menyebutkan bahwa pengadaan sewa jet pribadi tidak hanya dilakukan pada periode tersebut, tetapi berlanjut hingga Juni 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai urgensi penggunaan jet pribadi dalam logistik pemilu dan dugaan penyimpangan penggunaan jet pribadi untuk keperluan lain, yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Penelusuran Pemenang Pengadaan dan Indikasi Mark-up

TII kemudian melakukan penelusuran untuk mengidentifikasi pemenang dalam pengadaan jet pribadi tersebut. Melalui sistem Aplikasi Monitoring dan Evaluasi Lokal (AMEL) LKPP, TII menemukan dua kontrak untuk penyedia yang sama, yaitu PT Alfalima Cakrawala Indonesia. Perusahaan ini dinilai janggal karena baru dibentuk pada tahun 2022 dan belum memiliki pengalaman sebagai penyedia program pemerintah. Bahkan, perusahaan ini diklasifikasikan sebagai usaha kecil dalam Sistem Informasi Penyedia di website LKPP.

Total anggaran dari dua kontrak tersebut mencapai Rp 65.495.332.995, sementara pagu dalam RUP hanya Rp 46.195.659.000. Selisih sebesar Rp 19.299.673.995 ini menimbulkan dugaan adanya mark-up dalam penyewaan jet pribadi tersebut.