Strategi Pemerintah Lindungi Perempuan dari Jeratan Pinjaman Online: Literasi Finansial dan Penguatan Ekonomi Desa

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meningkatkan upaya perlindungan perempuan dari jeratan pinjaman online (pinjol) melalui serangkaian inisiatif strategis. Fokus utama adalah peningkatan literasi finansial dan keamanan digital di kalangan perempuan.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Desy Andriani, menekankan pentingnya edukasi dan literasi digital bagi perempuan. Upaya ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan secara ekonomi dan membekali mereka dengan pengetahuan yang cukup untuk menghindari risiko pinjol ilegal. Selain itu, KemenPPPA juga berupaya memperkuat koperasi desa sebagai solusi jangka panjang untuk memberikan akses ekonomi yang berkelanjutan bagi perempuan.

Peran Koperasi Desa

Koperasi desa diharapkan menjadi pilar penting dalam pengembangan ekonomi yang inklusif, terutama bagi kelompok rentan dan marginal. Dengan memberikan akses permodalan dan sumber daya, koperasi dapat membantu perempuan meningkatkan pendapatan dan kemandirian ekonomi mereka.

Akar Masalah dan Dampak Pinjol

Desy Andriani menjelaskan bahwa rendahnya literasi finansial dan kurangnya pemahaman tentang keamanan digital menjadi faktor utama yang menyebabkan perempuan terjerat pinjol. Banyak perempuan tidak menyadari risiko yang terkait dengan pinjol ilegal dan kurang mendapatkan informasi mengenai cara melindungi diri dari ancaman siber.

Faktor-faktor yang mendorong perempuan untuk mengambil pinjol antara lain:

  • Kebutuhan mendesak
  • Tekanan ekonomi
  • Biaya hidup sehari-hari
  • Kebutuhan pendidikan anak

Kemudahan pencairan dana yang ditawarkan oleh pinjol ilegal seringkali menjadi daya tarik bagi perempuan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Namun, kemudahan ini seringkali berujung pada lilitan utang berbunga tinggi yang berdampak buruk tidak hanya pada kondisi finansial, tetapi juga pada kesehatan mental dan fisik.

Data dan Fakta dari LBH Jakarta

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat bahwa dari tahun 2018 hingga 2024, sebanyak 1.944 orang mengadu terkait masalah pinjol. Sebagian besar dari korban pinjol tersebut adalah perempuan, dengan rincian 1.208 pengadu perempuan dan 736 laki-laki.

Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menjelaskan bahwa profil perempuan yang menjadi korban pinjol sangat beragam, mulai dari ibu rumah tangga, karyawan kantoran, pelajar, hingga mahasiswa. Rata-rata, mereka berada di usia produktif antara 20 hingga 50 tahun.

Dengan meningkatkan literasi finansial, memperkuat keamanan digital, dan memberdayakan ekonomi perempuan melalui koperasi desa, pemerintah berharap dapat mengurangi jumlah perempuan yang menjadi korban pinjol ilegal dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan.