Power Wheeling: Kunci Investasi Hijau dan Transformasi Sektor Energi Indonesia

Pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau power wheeling kembali mencuat sebagai solusi strategis untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan (EBT) di Indonesia. Institute for Essential Services Reform (IESR) menegaskan bahwa implementasi power wheeling akan menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari investor, PT PLN (Persero), hingga konsumen.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyampaikan bahwa kebijakan power wheeling merupakan instrumen penting untuk menarik investasi asing langsung (FDI) ke sektor EBT. Tanpa adanya power wheeling, Indonesia berpotensi kehilangan daya saing dalam menarik investor yang semakin peduli terhadap keberlanjutan dan ketersediaan energi hijau. Keputusan investasi korporasi global saat ini sangat dipengaruhi oleh akses terhadap energi terbarukan, dan Indonesia perlu beradaptasi untuk memenuhi permintaan tersebut.

Fabby mencontohkan keberhasilan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia dalam memanfaatkan power wheeling untuk menarik investasi hijau. Vietnam berhasil menarik minat korporasi untuk proyek EBT hingga 5.600 MW hanya dalam enam bulan. Sementara itu, Malaysia berhasil menarik investasi lebih dari 10,3 miliar dolar AS melalui skema Corporate Renewable Energy Supply, yang memungkinkan perusahaan-perusahaan besar untuk membeli energi terbarukan langsung dari produsen swasta. Investasi ini kemudian digunakan untuk memodernisasi jaringan listrik negara.

Negara-negara tersebut berhasil menarik perusahaan multinasional seperti Google, Oracle, Samsung, dan Microsoft, serta perusahaan semikonduktor yang memiliki target penggunaan energi terbarukan 100 persen dalam operasional mereka. Hal ini membuktikan bahwa power wheeling dapat menjadi daya tarik signifikan bagi investor yang mencari lokasi dengan pasokan energi bersih yang terjamin.

IESR meyakini bahwa implementasi power wheeling tidak akan mengganggu model bisnis PLN yang terintegrasi secara vertikal. Sebaliknya, kebijakan ini justru akan memperkuat peran PLN sebagai operator jaringan utama. Namun, diperlukan pengaturan baru yang jelas dan transparan untuk memastikan PLN tetap menjadi backbone sistem kelistrikan nasional.

Untuk memastikan implementasi power wheeling yang efektif, IESR merekomendasikan beberapa langkah penting kepada pemerintah:

  • Penetapan Biaya Tambahan di Awal: Pemerintah perlu menetapkan biaya tambahan di awal bagi pengembang energi terbarukan atau pihak yang ingin menggunakan jaringan listrik. Biaya ini harus ditetapkan secara transparan dan adil.
  • Pembentukan Anak Perusahaan PLN: PLN perlu membentuk anak perusahaan yang khusus menangani transmisi. Hal ini akan meningkatkan transparansi biaya dan efisiensi operasional.
  • Penetapan Sistem Kuota Tahunan dan Rencana Pengembangan EBT: PLN perlu menetapkan sistem kuota tahunan dan rencana pengembangan listrik terbarukan yang komprehensif. Hal ini akan memberikan kepastian bagi investor dan pengembang EBT.

Selain itu, IESR juga mendorong integrasi rencana kebijakan power wheeling ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) serta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Dengan memasukkan power wheeling ke dalam regulasi dan perencanaan strategis, pemerintah dapat memberikan sinyal yang jelas kepada investor dan mendorong pengembangan EBT secara berkelanjutan.