Eks Dirut RBT Suparta Meninggal Dunia, Status Hukuman Uang Pengganti dalam Kasus Timah Jadi Sorotan

Mantan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dikabarkan meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025. Kabar duka ini dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar. Suparta menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong sekitar pukul 18.05 WIB.

"Benar, atas nama Suparta, telah meninggal dunia pada hari Senin, 28 April 2025, sekitar pukul 18.05 WIB di RSUD Cibinong," ujar Harli saat dikonfirmasi awak media.

Meninggalnya Suparta secara otomatis menggugurkan status pidananya. Namun, konsekuensi hukum terkait dengan uang pengganti yang mencapai Rp 4,57 triliun, yang sebelumnya divoniskan oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, masih menjadi tanda tanya besar. Vonis PT DKI Jakarta sendiri lebih berat daripada putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, di mana Suparta awalnya dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Menanggapi hal ini, Kejagung menyatakan akan mengkaji lebih lanjut mengenai kewajiban pembayaran uang pengganti tersebut. Harli menjelaskan bahwa uang pengganti merupakan bagian dari kerugian keuangan negara dan diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Terkait dengan kewajiban uang pengganti, tentu akan dikaji. Karena ini adalah bagian dari kerugian keuangan negara, ada aturannya dalam UU Tipikor. Apakah penyidik akan menyerahkan ke bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) untuk dilakukan gugatan, ini masih akan dikaji dan dipelajari oleh penuntut umum," terang Harli.

Kasus korupsi tata niaga timah yang menjerat Suparta dan sejumlah nama lainnya telah menimbulkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp 300 triliun. Kerugian ini dihitung dari kerugian akibat kerja sama pengolahan timah antara PT Timah Tbk dengan pihak swasta, serta dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Berikut adalah beberapa poin yang menjadi fokus perhatian dalam kasus ini:

  • Status Pidana Suparta: Gugur dengan meninggalnya terdakwa.
  • Uang Pengganti: Kejagung akan mengkaji langkah hukum selanjutnya untuk memulihkan kerugian negara.
  • Peran Datun: Kemungkinan pelibatan bidang Datun untuk melakukan gugatan perdata terkait uang pengganti.
  • Kerugian Negara: Total kerugian negara mencapai Rp 300 triliun akibat korupsi dan kerusakan lingkungan.

Penyidik Kejaksaan Agung akan mendalami opsi penyerahan kasus ini ke bidang Datun untuk proses gugatan perdata. Hal ini dilakukan untuk memastikan pemulihan kerugian negara yang timbul akibat tindakan korupsi dalam pengelolaan timah.

Langkah-langkah selanjutnya akan diumumkan setelah penuntut umum selesai mempelajari dan mengkaji seluruh aspek hukum terkait dengan kewajiban pembayaran uang pengganti tersebut.