Google Berupaya Pertahankan Chrome dari Pemisahan Akibat Gugatan Antitrust
Google Berupaya Pertahankan Chrome dari Pemisahan Akibat Gugatan Antitrust
Google tengah berjuang untuk mempertahankan kendali atas peramban web (browser) Chrome di tengah tekanan dari pemerintah Amerika Serikat terkait dugaan praktik monopoli. Departemen Kehakiman AS mengusulkan agar Google melepaskan Chrome sebagai salah satu sanksi atas pelanggaran antitrust yang dituduhkan. Langkah ini kontan memicu minat dari sejumlah perusahaan teknologi, termasuk OpenAI, Perplexity, dan Yahoo, yang secara terbuka menyatakan ketertarikan untuk mengakuisisi Chrome.
Google, melalui General Manager Chrome, Parisa Tabriz, dengan tegas menolak usulan pemisahan tersebut. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Amit Mehta, Tabriz berpendapat bahwa Chrome dan ekosistem Google memiliki ketergantungan yang sangat erat. Ia menyoroti fitur-fitur keamanan seperti safe browsing dan peringatan kata sandi sebagai contoh inovasi yang hanya dapat berfungsi optimal dengan dukungan infrastruktur Google. Tabriz menekankan bahwa Chrome sangat bergantung pada infrastruktur Google. Google mengklaim bahwa pemisahan akan berdampak buruk terhadap pengguna internet secara luas, menyebabkan kekacauan dalam layanan dan mengurangi efisiensi.
Ketergantungan Chrome pada Infrastruktur Google
Tabriz menjelaskan bahwa Chrome menggunakan Chromium sebagai mesin inti, sebuah proyek open-source yang juga mendasari peramban lain seperti Microsoft Edge, Opera, dan Samsung Internet. Namun, Chrome memiliki fitur eksklusif seperti pembaruan otomatis, DRM Widevine, dan sinkronisasi data yang sangat bergantung pada infrastruktur Google. Ia menambahkan bahwa Google bertanggung jawab atas lebih dari 90 persen kode Chromium, sementara kontribusi dari pihak lain relatif kecil. Oleh karena itu, pemisahan Chrome dari Google dinilai akan merugikan pengguna secara luas.
Minat Akuisisi dari Perusahaan Teknologi Lain
Sebelumnya, perwakilan dari OpenAI (Nick Turley), Perplexity (Dmitry Shevelenko), dan Yahoo (Brian Provost) telah memberikan testimoni di pengadilan mengenai dampak dominasi Google di pasar pencarian online terhadap persaingan dan inovasi. Mereka mengungkapkan bahwa dominasi Google dengan Chrome telah menghambat pertumbuhan dan inovasi pesaing. Ketiga perusahaan tersebut juga menyatakan minat mereka untuk membeli Chrome jika Google diharuskan untuk menjualnya.
Turley dari OpenAI menyatakan bahwa kepemilikan Chrome akan memungkinkan OpenAI untuk menawarkan pengalaman yang luar biasa dan memperkenalkan peramban berbasis AI kepada pengguna. Perplexity, di sisi lain, lebih memilih Chrome tetap dikelola oleh Google daripada jatuh ke tangan perusahaan lain, karena khawatir perubahan model open-source Chromium atau penurunan kualitas layanan. Perplexity merasa khawatir jika perusahaan baru akan mengubah model open source atau menurunkan kualitas layanan.
Dugaan Monopoli dan Kemungkinan Sanksi
Kasus ini juga menyoroti dugaan pembayaran sebesar 20 miliar dollar AS kepada Apple pada tahun 2022 agar Google tetap menjadi mesin pencari default di perangkat Safari. Hakim Mehta telah memutuskan bahwa Google terbukti sebagai monopolis dan menggunakan kekuasaannya untuk menyingkirkan pesaing.
Beberapa potensi sanksi yang sedang dipertimbangkan termasuk pembatasan kerja sama eksklusif Google dengan perusahaan lain dan pemisahan aset-aset penting seperti Chrome, Play Store, atau sistem operasi Android dari Google Search. Keputusan akhir mengenai sanksi terhadap Google diharapkan akan diumumkan pada Agustus 2025.
Daftar Pihak yang terlibat :
- Departemen Kehakiman AS
- OpenAI
- Perplexity
- Yahoo
- Apple
Fitur-fitur Chrome yang disinggung :
- Safe Browsing
- Peringatan Kata Sandi
- DRM Widevine
- Sinkronisasi data