Gelombang Gugatan Terus Meningkat, UU TNI Hasil Revisi Kembali Digugat ke MK
Gelombang Gugatan Terus Meningkat, UU TNI Hasil Revisi Kembali Digugat ke MK
Gelombang penolakan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus berlanjut. Terbaru, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan uji materi terkait undang-undang hasil revisi tersebut, sehingga total terdapat delapan gugatan yang telah terdaftar.
Sejumlah mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran menjadi pihak yang mengajukan gugatan terbaru ini. Mereka berpendapat bahwa proses pembentukan UU TNI tersebut dianggap tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Moch Rasyid Gumilar, salah satu pemohon, menyatakan harapan agar MK menerima dan mengabulkan permohonan uji formal yang diajukan, serta menyatakan UU Nomor 3 Tahun 2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.
Rasyid tidak sendiri dalam mengajukan permohonan ini. Ia bersama empat rekannya, yakni Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando, secara bersama-sama menggugat keabsahan UU TNI tersebut. Dengan adanya gugatan ini, MK kini menangani delapan permohonan pengujian UU TNI hasil revisi.
Berikut adalah daftar delapan permohonan terkait UU TNI yang tercatat di MK:
- Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R.Yuniar A. Alpandi.
- Perkara Nomor 55/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh dua sarjana hukum, Christian Adrianus Sihite dan Noverianus Samosir.
- Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh Muhammad Bagir Shadr, Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, dan Thariq Qudsi Al Fahd. Ketiga pemohon merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
- Perkara Nomor 57/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh Bilqis Aldila Firdausi, Farhan Azmy Rahmadsyah, dan Lintang Raditya Tio Richwanto. Mereka adalah mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
- Perkara Nomor 58/PUU-XXIII/2025: Diajukan oleh Hidayatuddin, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Putera Batam, dan Respati Hadinata, mahasiswa Fakultas Teknik Informatika Politeknik Negeri Batam.
- Permohonan yang diajukan oleh Masail Ishmad Mawaqif, Reyhan Roberkat, Muh Amin Rais Natsir, dan Aldi Rizki Khoiruddin, yang merupakan mahasiswa magister di Universitas Indonesia.
- Permohonan yang diajukan oleh Moch Rasyid Gumilar, Kartika Eka Pertiwi, Akmal Muhammad Abdullah, Fadhil Wirdiyan Ihsan, dan Riyan Fernando, lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
- Permohonan yang diajukan oleh Prabu Sutisna, Haerul Kusuma, Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, Fachri Rasyidin, dan Chandra Jakaria.
Perlu dicatat bahwa tiga permohonan terakhir belum secara resmi diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga belum memiliki nomor perkara.
Menanggapi banyaknya gugatan yang diajukan, Dave Laksono, seorang anggota DPR, menyatakan bahwa pengajuan gugatan ke MK adalah hak setiap warga negara. Namun, ia menekankan bahwa MK memiliki proses untuk menilai kelayakan setiap gugatan. Dave menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada MK, yang memiliki kewenangan untuk mengadili dan membuat putusan terkait gugatan UU TNI hasil revisi.
Dave menegaskan bahwa DPR telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Ia mempersilakan masyarakat untuk menempuh jalur hukum yang tersedia jika merasa tidak puas dengan hasil revisi UU TNI.
Sementara itu, Kapuspen TNI Brigjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa TNI menghormati setiap proses hukum yang berlangsung, termasuk hak warga negara atau kelompok masyarakat untuk mengajukan gugatan ke MK. Ia menjelaskan bahwa proses pembentukan UU TNI telah melibatkan berbagai pihak dan perubahan dalam UU TNI yang baru tetap dalam kerangka supremasi sipil serta memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Kristomei menambahkan bahwa TNI akan tetap fokus menjalankan tugas pokok sesuai dengan konstitusi dan mendukung proses demokrasi serta supremasi hukum. TNI juga menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme yang ada di MK untuk menilai dan memutuskan gugatan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.