Kematian Terdakwa Korupsi Timah: Tuntutan Pidana Gugur, Ganti Rugi Beralih ke Ahli Waris
Kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang melibatkan Suparta, seorang terdakwa dari PT Timah Tbk periode 2015-2022, mengalami perkembangan signifikan dengan meninggalnya Suparta pada Senin, 28 April 2025 di Lapas Cipinang, Bogor, Jawa Barat.
Konsekuensi hukum atas kematian terdakwa korupsi timah menjadi sorotan. Abdul Fickar Hadjar, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, menjelaskan bahwa kematian Suparta menggugurkan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 77 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa kewenangan negara untuk menuntut seseorang hilang dengan kematian orang tersebut. Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, mengamini hal ini dan menegaskan bahwa tuntutan pidana terhadap Suparta otomatis gugur.
Namun, gugatan perdata terkait ganti rugi atau penyitaan aset akan dilanjutkan. Menurut Harli Siregar, kewajiban ganti rugi akan dialihkan kepada ahli waris Suparta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mengkaji lebih lanjut proses pengalihan ini. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengatur bahwa dalam kasus terdakwa meninggal, jaksa penuntut umum menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara untuk melakukan gugatan perdata. Analisis akan dilakukan untuk mengaitkan status terdakwa dengan upaya pengembalian kerugian keuangan negara.
Suparta sebelumnya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti Rp 4,57 triliun oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan ini kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 19 tahun penjara dan hukuman pengganti 10 tahun apabila tidak dapat membayar uang pengganti.
Berikut adalah detail vonis yang dijatuhkan kepada Suparta:
- Pengadilan Tipikor Jakarta:
- Penjara: 8 tahun
- Denda: Rp 1 miliar (subsider 6 bulan kurungan)
- Uang Pengganti: Rp 4,57 triliun (subsider 6 tahun penjara)
- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta:
- Penjara: 19 tahun
- Denda: Rp 1 miliar (subsider 6 bulan kurungan)
- Uang Pengganti: Rp 4,57 triliun (subsider 10 tahun penjara)
Sebelum meninggal, Suparta mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Berkas kasasi telah dikirimkan pada 13 Agustus 2024.
Suparta ditemukan tidak sadarkan diri oleh rekan narapidana di Lapas Cibinong pada 28 April 2025. Ia kemudian dinyatakan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Penyebab kematian diduga karena sakit, namun belum ada informasi pasti mengenai penyakit yang diderita Suparta.
Dengan meninggalnya Suparta, proses hukum terkait pidana dihentikan, namun kewajiban perdata berupa ganti rugi triliunan rupiah tetap akan dikejar melalui ahli warisnya. Perkembangan selanjutnya akan bergantung pada hasil kajian JPU dan proses gugatan perdata yang akan diajukan oleh jaksa pengacara negara.