Penolakan Bar Helen's Night Mart di Srengseng Sawah Mencuat Akibat Kekhawatiran Warga

Penolakan Warga Terhadap Kehadiran Bar di Lingkungan Pendidikan

Keberatan warga Srengseng Sawah, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, terhadap rencana pembukaan bar Helen's Night Mart atau Helen's Live Bar di Hotel Kartika One semakin menguat. Spanduk-spanduk penolakan telah dipasang di sekitar lokasi sebagai bentuk protes atas kehadiran tempat hiburan malam tersebut.

Endah, seorang pemilik warung nasi yang berlokasi dekat dengan hotel, mengungkapkan penolakannya dengan alasan kedekatan bar dengan berbagai institusi pendidikan. "Saya jelas menolak," tegasnya. "Di sini kan daerah pendidikan. Ada sekolah, kantor P4TK Bahasa UI, bahkan Universitas Pancasila tidak jauh dari sini."

Kekhawatiran utama Endah adalah dampak negatif yang mungkin timbul pada siswa yang sering melewati area hotel. Lokasi Hotel Kartika One memang strategis, dikelilingi oleh berbagai institusi pendidikan. Di belakang hotel, terdapat SMA Negeri 109 Jakarta yang berdekatan dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPP TK) Bahasa. Selain itu, SMA Negeri 38 Jakarta hanya berjarak sekitar satu kilometer, Universitas Pancasila sekitar 500 meter, dan Universitas Indonesia kurang dari dua kilometer.

Kekhawatiran Terhadap Peredaran Minuman Keras

Sekretaris RW 02 Srengseng Sawah, Ibnu Chotib, juga menyuarakan penolakan serupa. Menurutnya, operasional Helen's Night Mart tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai lingkungan sekitar. Penjualan minuman keras menjadi alasan utama penolakan ini.

"Mereka mengakui menjual minuman keras beralkohol. Inilah yang menjadi dasar penolakan kami," jelas Chotib. Warga khawatir bahwa kehadiran bar akan memicu peredaran minuman keras di warung-warung kecil di sekitar lokasi. "Minuman di Helen's kan mahal. Mereka di pinggiran bisa buka yang minuman-minuman kecil, ya pertama diam-diam," ujarnya.

Potensi peredaran minuman keras skala kecil ini membuat warga khawatir wilayah mereka akan berubah menjadi pusat penjualan minuman keras. "Jadi, wilayah kami malah jadi pusat seperti itu. Itu dampak yang kami takutkan ke depannya," imbuh Chotib.

Proses Perizinan yang Dipertanyakan

Warga mengaku baru mengetahui rencana pembukaan Helen's Night Mart setelah bar tersebut siap beroperasi dan mengantongi izin. Selama proses pembangunan, tidak ada informasi yang disampaikan kepada masyarakat. "Helen's ini hadir setelah mereka sudah ready untuk dibuka. Jadi, masyarakat baru terinfo kalau ada pergerakan, mereka sudah berizin dari atas," ungkap Chotib.

Pihak pengelola sempat mengajukan audiensi kepada warga terkait pembukaan bar. Namun, warga menilai janji-janji yang disampaikan oleh pengelola hanya sekadar trik marketing. "Sampai mereka menjanjikan CSR, mau ngasih ambulans, menjanjikan pengobatan gratis setiap bulan ke masyarakat, kita tampung aja alasan mereka," kata Chotib.

Upaya Warga untuk Menolak

Meski spanduk penolakan telah dipasang selama hampir satu bulan, warga belum melakukan aksi demonstrasi. Menurut Chotib, aksi protes langsung merupakan opsi terakhir yang akan diambil jika bar tetap beroperasi. "Aksi turun ke lapangan itu jadi opsi terakhir kita. Kalau memang mereka tetap jalan, kita udah lepas gitu. Kita udah lepas tangan biar warga yang bergerak gitu," tegas Chotib.

Warga saat ini fokus mengirimkan surat aduan kepada berbagai instansi terkait, termasuk gubernur Jakarta, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, wali kota Jakarta Selatan, MUI, DPRD Provinsi Jakarta, serta organisasi keagamaan seperti PBNU dan Muhammadiyah. Tujuannya adalah mendesak pihak berwenang untuk meninjau kembali status perizinan bar.

"Sehingga mereka meninjau kembali izin usahanya. Yang punya kuasa untuk mencabut kan mereka. Kita hanya bisa mendesak mereka untuk bisa memeriksa," jelas Chotib. Selain itu, ibu-ibu dasawisma berhasil mengumpulkan 2.500 tanda tangan dalam petisi penolakan bar. "Kita sudah bikin petisi 2.500 warga ini, tanda tangan. RW 1, RW 2. Ini semua warga tanda tangan. Jadi kita bergerak juga bukan sendiri," pungkas Chotib.

Berikut adalah daftar upaya penolakan warga yang telah dilakukan:

  • Pemasangan spanduk penolakan di sekitar lokasi.
  • Pengiriman surat aduan ke berbagai instansi pemerintah dan organisasi keagamaan.
  • Pengumpulan 2.500 tanda tangan petisi penolakan.