Mantan Kepala Perpustakaan UIN Makassar Didakwa Edarkan Uang Palsu Ratusan Juta

Pengadilan Negeri Sungguminasa, Gowa, menjadi saksi bisu terungkapnya kasus peredaran uang palsu yang melibatkan mantan Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Andi Ibrahim. Dalam sidang dakwaan yang digelar pada Selasa, 29 April 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan bagaimana Andi Ibrahim meraup keuntungan puluhan juta rupiah dari bisnis haram tersebut.

Menurut dakwaan JPU, Andi Ibrahim telah berhasil menjual uang palsu hasil produksinya senilai Rp 152 juta. Dari transaksi ilegal tersebut, ia memperoleh keuntungan sebesar Rp 60,5 juta. Kasus ini bermula ketika Andi Ibrahim meminta Muhammad Syahruna untuk menyediakan uang palsu pecahan Rp 100 ribu sebanyak 6.400 lembar atau senilai Rp 640 juta. Permintaan ini kemudian dipenuhi secara bertahap sebanyak empat kali, yang dilakukan di lingkungan perpustakaan UIN Alauddin Makassar, antara bulan September hingga akhir November 2024.

Untuk menguji pasar, Andi Ibrahim memberikan uang palsu senilai Rp 1 juta kepada Mubin Nasir, seorang karyawan honorer di UIN Alauddin Makassar. Mubin Nasir ditugaskan untuk mencari pembeli atau penukar uang palsu dengan sistem 1 banding 3, di mana 1 lembar menjadi keuntungan Mubin, dan 2 lembar sisanya untuk pembeli. Jaksa mengungkapkan bahwa total uang palsu yang diserahkan Andi Ibrahim kepada Mubin Nasir mencapai Rp 152 juta. Penyerahan tersebut dilakukan secara bertahap di lingkungan perpustakaan UIN Alauddin Makassar.

Awal Mula Peredaran Uang Palsu

Motif di balik peredaran uang palsu ini ternyata terkait dengan ambisi politik Andi Ibrahim. Awalnya, Andi Ibrahim bertemu dengan Annar Salahuddin Sampetoding untuk meminta bantuan mencari donatur. Ia berniat untuk maju dalam pemilihan Bupati Barru pada Mei 2024. Annar kemudian mempertemukan Ibrahim dengan Muhammad Syahruna, yang kemudian menyanggupi untuk menjadi donatur.

Pada Juni 2024, Andi Ibrahim menghubungi Muhammad Syahruna untuk membahas kerjasama pembuatan uang palsu. Dalam pertemuan tersebut, Andi Ibrahim bersama Hendra (yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO) membawa uang palsu senilai Rp 5 juta dengan pecahan Rp 50 ribu. Mereka mencoba memasukkan uang palsu tersebut ke dalam mesin pendeteksi, dan mesin tersebut mendeteksinya. Artinya, uang palsu buatan Hendra masih mudah dikenali.

Muhammad Syahruna kemudian mencoba memasukkan uang palsu buatannya sendiri ke dalam mesin yang sama. Hasilnya, mesin tidak berbunyi, yang menandakan bahwa uang palsu buatan Syahruna lebih menyerupai uang asli. Namun, kerjasama dengan Hendra akhirnya dibatalkan karena Hendra merekam kegiatan tersebut dan videonya beredar luas. Meskipun demikian, Andi Ibrahim kembali menawarkan kerjasama kepada Syahruna untuk melanjutkan pembuatan uang palsu pada September 2024.

Andi Ibrahim memberikan modal sebesar Rp 4 juta kepada Muhammad Syahruna untuk membeli bahan-bahan pembuatan uang palsu. Uang tersebut ditransfer dari rekening pribadi Andi Ibrahim ke rekening istri Muhammad Syahruna. Uang modal tersebut digunakan untuk membeli screen printing, rakel, tinta sablon, dan tinta printer. Sementara itu, peralatan seperti komputer, printer, monitor, dan kertas dipinjam dari Annar.

Awalnya, kegiatan mencetak uang palsu dilakukan di rumah Annar. Namun, Annar kemudian menolak aktivitas tersebut dilakukan di rumahnya. Akhirnya, mesin cetak dipindahkan ke perpustakaan UIN Alauddin Makassar, tepatnya di lorong WC sebelah kanan perpustakaan. Untuk menyembunyikan kegiatan tersebut dari staf dan mahasiswa, mereka memasang dinding sekat.

Pada awal September 2024, Andi Ibrahim memindahkan bahan-bahan pembuatan uang palsu menggunakan mobil dinas kampus kepala perpustakaan. Muhammad Syahruna memindahkan mesin cetak menggunakan truk towing dan mobil forklip. Sementara itu, Ambo Ala memindahkan bahan-bahan lainnya menggunakan mobil Daihatsu Xenia warna putih dan mobil sewa bak terbuka.