Putusan MK tentang UU ITE: Pemerintah Menegaskan Komitmen pada Kebebasan Berpendapat yang Bertanggung Jawab

Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, menyatakan penghormatannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan MK, yang tertuang dalam nomor 105/PUU-XXII/2024 dan 115/PUU-XXII/2024, dipandang sebagai perkembangan positif bagi iklim kebebasan berpendapat di tanah air.

Prasetyo Hadi menyampaikan kepada awak media pada hari Rabu, 30 April 2025, bahwa pemerintah mengakui nilai penting kebebasan berpendapat yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, ia menekankan bahwa kebebasan tersebut harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab. Menurutnya, esensi dari kebebasan berpendapat adalah tidak menyampaikan ujaran yang merendahkan atau menghina pihak lain, serta menghindari penyebaran informasi yang didasarkan pada kebencian atau konten negatif lainnya. Hal ini menjadi prinsip utama yang digarisbawahi dari hasil keputusan MK.

Pemerintah, melalui Mensesneg, memberikan jaminan akan melaksanakan putusan MK tersebut. Pemerintah berkomitmen untuk menghormati setiap keputusan MK dan akan mengimplementasikannya dalam kebijakan-kebijakan internal pemerintahan, terutama jika keputusan tersebut membawa konsekuensi terhadap regulasi yang berlaku.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, MK telah mengabulkan dua gugatan terkait UU ITE melalui putusan nomor 105/PUU-XXII/2024 dan 115/PUU-XXII/2024. Dalam kedua putusan tersebut, MK menegaskan bahwa pasal mengenai "penyerangan kehormatan" dalam UU ITE hanya dapat digunakan oleh individu atau perseorangan untuk memidanakan pihak-pihak yang dianggap telah menyerang kehormatan mereka. Dengan demikian, lembaga pemerintahan, kelompok dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan tidak memiliki hak untuk menggunakan pasal tersebut untuk melaporkan atau memidanakan pihak lain.

Lebih lanjut, MK juga memperjelas bahwa kegaduhan atau kerusuhan yang terjadi di ruang digital tidak dapat dikategorikan sebagai delik pidana dalam kasus penyebaran berita bohong. Putusan ini memberikan batasan yang lebih jelas terhadap interpretasi dan penerapan pasal-pasal dalam UU ITE, khususnya yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi di dunia maya. Pemerintah, melalui pernyataan Mensesneg, memberikan sinyal positif bahwa putusan MK ini akan diimplementasikan secara bertanggung jawab, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

Dengan adanya putusan ini, diharapkan tercipta iklim yang lebih kondusif bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan kritik secara konstruktif, tanpa rasa takut akan kriminalisasi. Pemerintah juga diharapkan dapat lebih fokus pada upaya-upaya untuk memerangi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, dengan tetap menghormati kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.

Berikut adalah poin-poin penting dari putusan MK terkait UU ITE:

  • Pasal tentang "penyerangan kehormatan" hanya dapat digunakan oleh individu.
  • Lembaga pemerintahan, kelompok, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan tidak dapat menggunakan pasal tersebut.
  • Kegaduhan di ruang digital bukan delik pidana dalam kasus berita bohong.

Putusan ini menjadi langkah maju dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan perlindungan terhadap hak-hak individu serta stabilitas sosial.