ASN DKI Jakarta Rasakan Manfaat Kebijakan Wajib Gunakan Transportasi Publik: Efisiensi Biaya hingga Interaksi Sosial

Penerapan kebijakan wajib penggunaan transportasi umum bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu, 30 April 2025, menghadirkan berbagai pengalaman menarik. Inisiatif ini, yang tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 6 Tahun 2025, bertujuan untuk mendorong mobilitas berkelanjutan, mengurangi polusi udara, dan menciptakan budaya hidup yang lebih ramah lingkungan di ibu kota.

Bagi sebagian ASN, kebijakan ini bukanlah sesuatu yang baru. Mereka telah terbiasa menggunakan transportasi umum dalam aktivitas sehari-hari. Namun, bagi sebagian lainnya, ini merupakan pengalaman perdana sejak mereka menjadi bagian dari pemerintahan. Berbagai cerita pun mewarnai hari pertama penerapan aturan ini. Ada yang harus berganti moda transportasi beberapa kali, ada pula yang menyambut gembira karena dapat menghemat pengeluaran transportasi.

Isnawa Adji, Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, misalnya, harus dua kali berganti angkutan umum untuk mencapai kantornya. Dari kediamannya di Cengkareng, Isnawa menaiki angkot sebelum melanjutkan perjalanan dengan bus Transjakarta menuju Roxy, dan kemudian berjalan kaki ke kantor. Isnawa memandang kebijakan ini sebagai langkah positif untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, terutama bagi Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP).

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Mohamad Yohan, Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD. Yohan telah lama meninggalkan mobil pribadinya dan memilih Kereta Rel Listrik (KRL) sebagai moda transportasi utama. Menurutnya, penggunaan transportasi umum dapat menghindari kemacetan dan mempercepat waktu tempuh ke kantor. Ia menilai bahwa angkutan umum saat ini jauh lebih dapat diandalkan.

Suharini Eliawati, Pelaksana tugas (Plt.) Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, memiliki pengalaman unik terkait kebijakan ini. Selama 29 tahun mengabdi di Jakarta, Eli tidak pernah menggunakan kendaraan pribadi dan selalu mengandalkan transportasi umum. Dari rumahnya di Citayam, Eli rutin bersepeda ke stasiun KRL, kemudian naik kereta menuju Gondangdia, dan berjalan kaki ke Balaikota. Eli merasa sehat, senang, dan dapat berinteraksi dengan banyak warga. Perbedaan yang dirasakan pada hari pertama kebijakan ini adalah suasana stasiun yang lebih ramai dengan kehadiran sesama ASN.

Suparmo, seorang ASN yang bertugas di wilayah Jakarta Selatan, menyambut baik aturan baru ini. Ia menceritakan pengalamannya menggunakan mikrotrans dari Senen ke Pulo Gadung, lalu berpindah ke rute Ragunan untuk sampai ke kantornya di Halte Transjakarta Wali Kota Jakarta Selatan. Suparmo merasakan dampak positif dari kebijakan ini, yaitu berkurangnya kemacetan dan penghematan biaya transportasi.

Ari, ASN lainnya, menekankan pentingnya menjadi contoh bagi masyarakat sebagai seorang pegawai pemerintah. Ia berharap program ini dapat menginspirasi masyarakat untuk mulai menggunakan moda transportasi umum seperti MRT, LRT, Transjakarta, atau Mikrotrans.

Kebijakan wajib penggunaan transportasi umum bagi ASN Jakarta ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mengubah budaya mobilitas di ibu kota. Lebih dari sekadar urusan transportasi, kebijakan ini bertujuan untuk mendorong gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta memberikan contoh positif bagi masyarakat luas.