Dampak Perang Dagang Global: Industri Tempe Sulbar Merugi Akibat Harga Kedelai Meroket

Perajin Tempe di Sulawesi Barat Menjerit Akibat Kenaikan Harga Kedelai Impor

Dampak perang dagang global kini menghantam industri kecil di Sulawesi Barat. Para perajin tempe di Desa Sumberjo, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, merasakan imbasnya secara langsung akibat melonjaknya harga kedelai impor.

Kenaikan harga kedelai, bahan baku utama pembuatan tempe, memaksa para perajin untuk mengambil langkah-langkah drastis demi mempertahankan kelangsungan usaha mereka. Salah satu strategi yang paling umum dilakukan adalah memperkecil ukuran tempe yang dijual.

Yessi Sumiati, seorang perajin tempe setempat, mengungkapkan bahwa harga kedelai impor telah mengalami kenaikan signifikan. Sebelumnya, harga kedelai berada di kisaran Rp 9.000 per kilogram, namun kini melonjak menjadi Rp 10.500 per kilogram. Kenaikan harga ini tentu saja memukul telak para perajin tempe yang mengandalkan kedelai impor sebagai bahan baku utama.

"Dulu kami bisa memproduksi hingga 2 kuintal tempe per hari, sekarang hanya sekitar 1 kuintal saja," ujar Yessi. Penurunan produksi ini disebabkan oleh kenaikan harga kedelai yang memaksa mereka untuk mengurangi jumlah produksi. Selain itu, ukuran tempe juga terpaksa diperkecil untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga bahan baku.

Kondisi ini diperparah dengan penurunan permintaan dari pelanggan. Banyak pelanggan yang biasanya rutin memesan tempe, kini mengurangi pesanan atau bahkan berhenti sama sekali. Hal ini tentu saja semakin menekan pendapatan para perajin tempe.

Strategi Bertahan di Tengah Krisis

Menghadapi situasi yang sulit ini, para perajin tempe mencoba berbagai cara untuk bertahan. Salah satu cara yang paling umum adalah dengan memperkecil ukuran tempe. Mereka enggan menaikkan harga jual tempe, karena khawatir akan semakin mengurangi daya beli konsumen.

"Kami tidak berani menaikkan harga, takut pelanggan lari," kata Yessi. Saat ini, harga tempe dijual sekitar Rp 10.000 untuk 16 bungkus, tergantung dari ukuran tempe.

Para perajin tempe berharap pemerintah dapat segera turun tangan untuk menstabilkan harga kedelai. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan solusi agar mereka bisa mendapatkan bahan baku dengan harga yang terjangkau dan tetap mampu berproduksi di tengah kondisi sulit ini. Bantuan dari pemerintah sangat diharapkan untuk menjaga kelangsungan industri tempe di Sulawesi Barat, yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga.

Dampak Lebih Luas

Krisis yang dialami oleh perajin tempe di Sulawesi Barat ini merupakan cerminan dari dampak perang dagang global terhadap industri kecil dan menengah. Kenaikan tarif impor dan fluktuasi nilai tukar mata uang dapat menyebabkan kenaikan harga bahan baku dan penurunan daya saing produk lokal. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif perang dagang global.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain adalah:

  • Diversifikasi sumber bahan baku untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
  • Memberikan subsidi atau insentif kepada para perajin untuk membantu menekan biaya produksi.
  • Memfasilitasi akses permodalan bagi para perajin agar mereka dapat mengembangkan usaha mereka.
  • Meningkatkan promosi produk lokal untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik dan internasional.

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan industri kecil dan menengah di Indonesia dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan global yang semakin kompleks.