Bank Dunia Soroti Tingkat Kesejahteraan: Mayoritas Warga Indonesia Belum Sentuh Standar Negara Berpenghasilan Menengah Atas
Bank Dunia Ungkap Tantangan Kesejahteraan di Indonesia
Laporan terbaru dari Bank Dunia menyoroti tantangan kesejahteraan yang masih dihadapi Indonesia. Meskipun pertumbuhan ekonomi menunjukkan tren positif, mayoritas penduduk belum merasakan dampak signifikan dalam peningkatan standar hidup. Bank Dunia mengungkapkan bahwa, berdasarkan standar negara berpenghasilan menengah ke atas, sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada di bawah garis kesejahteraan yang diharapkan.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat bahwa pada tahun 2024, sekitar 60,3% penduduk Indonesia hidup dengan pengeluaran di bawah 6,85 dollar AS per kapita per hari, menggunakan standar Purchasing Power Parity (PPP) 2017. Angka ini mengindikasikan bahwa dari total populasi sekitar 285,1 juta jiwa, lebih dari 171 juta penduduk Indonesia masih belum mencapai tingkat kesejahteraan yang dianggap layak menurut standar tersebut.
Angka ini hanya menunjukkan sedikit perbaikan dari tahun 2023, di mana persentase penduduk dengan pengeluaran di bawah standar tersebut mencapai 61,8%. Data ini menggarisbawahi bahwa meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, manfaatnya belum merata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di kelas menengah ke bawah.
Kemiskinan Turun, Kesenjangan Kesejahteraan Mengkhawatirkan
Bank Dunia juga menyoroti adanya penurunan angka kemiskinan jika menggunakan garis kemiskinan yang lebih rendah, yaitu 3,65 dollar AS per hari, yang merupakan ambang batas untuk negara berpenghasilan menengah ke bawah. Tingkat kemiskinan berdasarkan standar ini turun dari 17,5% pada tahun 2023 menjadi 15,6% pada tahun 2024. Sementara itu, penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem (2,15 dollar AS per hari) hanya mencapai 1,3% dari total populasi.
Bank Dunia mengaitkan penurunan angka kemiskinan ekstrem dan moderat ini dengan peningkatan upah riil sebesar 3,3% pada tahun 2024, terutama di sektor pertanian, serta penurunan inflasi menjadi 2,3%. Namun, di tengah penurunan angka kemiskinan, mayoritas penduduk Indonesia masih belum menikmati standar hidup yang memadai jika dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan menengah ke atas. Kesenjangan kesejahteraan tetap menjadi isu krusial yang perlu diatasi.
Pertumbuhan Ekonomi Stabil, Penciptaan Lapangan Kerja Berkualitas Tertinggal
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat stabil di angka 5% pada tahun 2024, didorong oleh permintaan domestik yang kuat dan belanja terkait pemilihan umum. Namun, penciptaan lapangan kerja berkualitas masih belum sejalan dengan pertumbuhan ekonomi ini.
Tingkat pengangguran memang mengalami penurunan menjadi 4,8%, lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Akan tetapi, angka underemployment atau pengangguran parsial justru meningkat menjadi 8,5%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan penuh waktu atau pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Situasi ini mencerminkan adanya kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Produktivitas Menurun, Reformasi Struktural Mendesak
Indonesia telah resmi naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke atas pada tahun 2023 dan bercita-cita menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Untuk mencapai target tersebut, Indonesia perlu mempercepat pertumbuhan ekonominya menjadi minimal 6% per tahun. Pemerintah bahkan menargetkan pertumbuhan 8% pada tahun 2029 melalui peningkatan investasi.
Bank Dunia menekankan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi memerlukan pelaksanaan reformasi struktural yang komprehensif. Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko overheating atau pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat dan tidak terkendali. Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah penurunan produktivitas tenaga kerja. Pertumbuhan produktivitas total atau Total Factor Productivity (TFP) telah menurun dari 2,3% pada tahun 2011 menjadi hanya 1,2% pada tahun 2024.
Bank Dunia menilai bahwa untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah, Indonesia perlu melakukan reformasi struktural yang meliputi:
- Memperdalam sektor keuangan.
- Memperbaiki iklim investasi dan perdagangan.
- Meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber daya.
Risiko Ekonomi Global
Dalam jangka menengah, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 4,8% per tahun hingga tahun 2027. Tingkat kemiskinan berdasarkan standar negara berpendapatan menengah bawah diperkirakan akan turun menjadi 11,5% pada tahun 2027. Akan tetapi, kemiskinan berdasarkan standar negara maju diperkirakan akan tetap tinggi.
Ketidakpastian kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas merupakan risiko utama yang dapat membebani pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun pemerintah telah mengalihkan belanja ke program prioritas dan mendirikan dana kekayaan negara baru (Danantara), tantangan dalam menarik investasi asing tetap ada, terutama karena investor membutuhkan kepastian kebijakan jangka panjang.