Pemerintah Optimistis di Tengah Proyeksi IMF Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pemerintah Indonesia merespons proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai pertumbuhan ekonomi negara. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 4,7%, sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 5,1%. Proyeksi ini muncul di tengah kekhawatiran global terkait potensi dampak negatif dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyampaikan bahwa pemerintah menghormati pandangan dan proyeksi yang dikeluarkan oleh lembaga internasional seperti IMF. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah Indonesia tetap optimis terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. Optimisme ini didasarkan pada data dan indikator ekonomi yang secara konsisten disampaikan oleh para menteri ekonomi dalam kabinet.

"Tidak ada masalah dengan pandangan dari IMF, tetapi kami percaya diri dan yakin dengan kerja sama dari semua pihak," ujar Prasetyo. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk sektor swasta, pekerja, dan masyarakat luas, untuk bersama-sama membangun ekonomi Indonesia dengan penuh optimisme.

Prasetyo menjelaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat dan stabil, dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5%. Selain itu, inflasi juga terkendali dengan baik, bahkan termasuk salah satu yang terendah di dunia. Data inflasi terbaru menunjukkan angka 1,65% secara bulanan (mtm) dan 1,03% secara tahunan (yoy) pada Maret 2025.

  • Konsumsi rumah tangga yang stabil.
  • Iklim investasi yang kondusif, terbukti dengan tercapainya target investasi pada triwulan pertama.

Pemerintah juga terus berupaya untuk menarik investasi dengan menawarkan berbagai potensi kerja sama. Selain itu, pemerintah sedang meninjau kembali regulasi-regulasi yang dianggap menghambat investasi, dengan tujuan untuk menyederhanakan proses perizinan dan memberikan kemudahan berusaha.

Menanggapi isu mengenai tingginya harga emas yang sering dikaitkan dengan pelemahan ekonomi, Prasetyo menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga emas di Indonesia. Pertama, kenaikan harga emas terjadi secara global akibat situasi geopolitik dan geoekonomi yang memicu peningkatan permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven. Kedua, masyarakat Indonesia semakin menganggap emas sebagai instrumen investasi yang aman dan stabil, terutama dengan adanya bank emas (bank bullion) yang baru-baru ini diresmikan oleh presiden.

Prasetyo menekankan bahwa anggapan bahwa kenaikan harga emas merupakan sinyal kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi adalah berlebihan. Pemerintah mengajak semua pihak untuk memberikan pandangan yang konstruktif dan tetap menjaga optimisme terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

"Kami sampaikan terima kasih dan rasa hormat terhadap pandangan yang bagi kami, bagi kita semua, kita jadikan sebagai peringatan untuk kita terus waspada di dalam mengelola perekonomian kita dan rumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi bangsa kita," pungkas Prasetyo.